Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Berlatar belakang jurnalis dan menekuninya selama dua dekade (hingga hari ini) membuat calon anggota legislatif DPRD Sumatra Utara, Wilfrid Sinaga (46) paham betul sumber masalah yang menyebabkan Kota Medan seperti jalan di tempat. Tak bergerak maju
Masalah pariwisata yang tidak sebaik kota-kota lain di Indonesia, seperti, Bandung atau Yogyakarta, transportasi yang karut marut dan serba tak teratur, peredaran narkoba yang seperti tidak ada habisnya, usaha kecil yang tidak terurus dan dianaktirikan, penataan kota yang jauh dari kata nyaman dan sebagainya, bagi caleg yang akan bertarung dari daerah pemilihan Sumut 2 atau Medan B ini pokok persoalannya adalah Ketidaktegasan dalam penegakan aturan. Dan juga ketiadaan aturan.
Kata wartawan yang bekerja di salah satu cetak ternama di Kota Medan ini kepada medanbisnisdaily.com, Minggu (13/1/2019), tidak terkira jumlah usaha kecil yang menggerakkan perekonomian Kota Medan. Umpamanya adalah pedagang-pedagang pinggiran jalan. Tak ada tempat di kota Medan yang tidak jadi tempat usaha pedagang pinggir jalan.
"Akan tetapi pemerintah tidak menatanya dengan ketentuan yang berpihak yang bisa membuat usaha kecil kian kuat. Yang terjadi hanya penggusuran. Mereka seperti diberangus," kata Wilfrid yang saat ini menjabat Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia bidang pembelaan wartawan.
Untuk peredaran narkoba yang tidak berkesudahan, alumni Fakultas Hukum Unika St Thomas Medan ini memiliki gagasan agar diciptakan sebuah peraturan daerah yang mengharuskan setiap warga yang mengetahui anggota keluarganya pengguna narkoba melaporkan ke aparat berwajib. Dikenai sanksi jika tidak dipatuhi.
Ungkapnya, peredaran narkoba di Medan kian menjadi-jadi karena warga tidak aktif terlibat memberantas.
Di bidang infrastruktur, ungkap Wilfrid yang merupakan ayah lima orang anak, antara pihak yang ditetapkan sebagai pemenang tender proyek dengan pelaksana di lapangan kerap kali tidak sama. Ditambah minimnya pengawasan, menyebabkan pengerjaannya tidak seperti yang ditetapkan.
"Misalnya pemenang tender si A, tetapi yang mengerjakan si B, kacau jadinya. Yang mengawasi juga tidak ada, maka pengerjaannya tidak sesuai," terangnya.
Sebagai kota jasa, ungkap Wilfrid yang sebagai wartawan kerap meliput sektor pemerintahan dan politik, seyogianya Kota Medan didesain senyaman mungkin bagi warga dan terlebih para wisatawan. Kota yang transportasi publiknya mumpuni, kebersihan dan keindahannya terjaga, lalu lintasnya tertata baik. Akan tetapi yang terlihat tidak demikian. Berbanding terbalik dengan kota lain di Indonesia, seperti, Kota Surabaya yang wali kotanya bekerja mati-matian menciptakan kenyamanan kota.
"Walikota Medan tidak tegas dalam menegakkan aturan, tidak aktif melahirkan ketentuan yang berpihak kepada rakyat sebagai turunan dari UU," tegasnya.
Oleh sebab itu, Wilfrid yang mengaku berupaya mematuhi ketentuan hukum dalam meraih dukungan publik dengan cara menolak politik uang, SARA dan hoax, bertekad kelak akan mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada masyarakat. Juga mendesak penegakannya secara konsisten.
Di dapilnya, dengan kuota tujuh kursi di DPRD Sumut, dia berkeyakinan bahwa partainya (Partai Solidaritas Indonesia) akan berhasil mendapatkan satu kursi.