Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Aktivis Sri Bintang Pamungkas menilai penegakan hukum di era Presiden Joko Widodo amburadul. Para penegak hukum disebutnya tidak menjalankan penegakan hukum dengan benar.
"Ini sudah bukan negara hukum lagi seperti yang saya sampaikan, kita ini negara hukum tapi ternyata justru para penegak hukum bahkan pembuat hukum tidak melaksanakan hukum dengan benar," kata Sri Bintang di Hotel Gren Alia Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).
Hal itu disampaikan Sri Bintang dalam diskusi dengan tema 'kaukus korban hak asasi manusia dan kriminalisasi rezim Jokowi'. Dalam diskusi itu turut hadir Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar, aktivis Lieus Sungkharisma dan lainnya.
Ia mengatakan para penegak hukum sekarang ini tidak independen. Ia menduga para penegak hukum tersebut bekerja memang untuk kepentingan rezim.
"Katakanlah memang polisi itu dipakai oleh rezim untuk menangkap orang, menuduh orang dan jaksa. Ini bagian rezim, tidak ada independensi dari lembaga kepolisian, kejaksaan yang seharusnya menjadi lembaga independen dari kekuasaan. Tapi ini tidak mereka seakan jadi bagian menteri-menteri para eksekutif," sebutnya.
"Lalu sampai dibawa ke pengadilan. Ketua pengadilan juga hakim kan? Mestinya menolak dia ada berkas yang seperti itu dibikin oleh polisi dan jaksa itu harusnya menolak, tapi nggak. Malah ketua pengadilan menerima, dan membentuk majelis lalu jalan terus," tambahnya.
Sri Bintang mengatakan hal itu terjadi di beberapa penanganan soal kasus pelanggaran UU ITE. Menurutnya, lembaga peradilan harusnya menolak berkas UU ITE dan tidak disidangkan.
"Dari ketiga kekuasaan itu, termasuk yang membuat UU ITE itu sudah amburadul semua," ujarnya.
Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar mengatakan era sekarang ini tengah berkembang fenomena shrinking democratic space atau meredupnya ruang demokrasi di berbagai belahan dunia. Artinya, menurut dia, kubu oposisi banyak ditangkap dan diadili.
"Hari-hari ini mesti tahu kelompok oposisi dan aktivis-aktivis demokrasi ditangkap, digugat ke pengadilan dan dibunuh termasuk wartawannya ini terjadi banyak belahan," tambah Haris.
Menurutnya, fenomena ini menggambarkan adanya politik populisme. Politik yang cenderung pada jumlah dan nilai.
"Bahwa apa yang dipertaruhkan, apa yang sampaikan untuk suara yang sifatnya jumlah atau nilai," pungkasnya. dtc