Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Petani ubi kayu masih ragu untuk menanam lebih luas. Harga yang saat ini berlaku masih dianggap belum stabil. Harus ada langkah antisipatif dan menjawab keserasian petani.
Ryan, petani ubi kayu di Tanjung Morawa, Deli Serdang mengatakan, bertanam ubi kayu saat ini tidak seperti 3 atau 4 tahun yang lalu. Belum banyak dikembangkan dan harga tinggi.
Berbeda dengan saat ini yang di mana-mana dapat dengan mudah ditemui pertanaman u i kayu. Baik dalam skala luas berhektar-hektar maupun yang hitungan rante (20x20 meter).
Dia sendiri dulunya punya 5 hektare di Deli Serdang dan Langkat, dan saat ini tinggal 1,5 hektare saja di Deli Serdang. "Tak berani lagi lah buka luas-luas, hancur pula nanti harganya.
Petani ubi kayu lainnya, Ronistra Ginting mengatakan, harga ubi kayu pada 2017 yang lalu anjlok ke angkaRp 600/kg, sedikit lebih tinggi dari Lampung yang Rp 400/kg. Tahun 2018 naik menjadi Rp 1.420/kg - Rp 1.600/kg.
Dan saat ini kembali jatuh menjadi 1.255/kg. Musababnya, munculnya isu impor jagung oleh pemerintah. Menurutnya, penurunan harga ubi kayu menurutnya tidak bisa diprediksi dan karenanya banyak petani kemudian melakukan diversifikasi tanaman dengan menggantinya tanaman lain.
Dia sendiri tidak ingin lagi bertanam lebih luas. Dia membandingkan beberapa tahun lalu, lahan yang dimilikinya saat ini lebih sedikit. Dia hanya memiliki lahan di Talun Kenas (5 ha), Kabanjahe (6 ha), Lumban Julu (15 ha).
Ronistra mengatakan, seharusnya pemerintah memperhatikan petani dan turut andil dalam menjaga kestabilan harga. Menurutnya, akan lebih baik harga stabil daripada harga naik drastis lalu di saat tertentu jatuh harga.