Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com – Tanah Karo. Sungguh memilukan nilai jual kol saat ini. Harga lelang di ladang hanya Rp 300/Kg. Harga yang cukup rendah itu, dinyatakan sejumlah pihak yang ditemui medanbisnisdaily.com terkait musim panen kubis di Padang, Palembang, dan Jawa.
Pengiriman kol ke Jawa, Padang, dan Palembang nyaris terpaksa dihentikan mengingat kalah saing dalam harga. Belum adanya terobosan pangsa pasar lain di dalam negeri sekarang ini, membuat kol Tanah Karo yang sekarang siap potong (panen, istilah setempat), kekurangan tempat pengiriman.
“Memang masih biasa dikirim ke Batam atau pulau-pulau lainnya. Namun persaingan harga cukup ketat. Dari daerah lain di Indonesia juga masuk kesana, sehingga permintaan kol kita menurun drastis. Ini paling parah selama 4 tahun terakhir ini,” ujar Achuan, pria turunan etnis Tionghoa yang seharinya pengumpul produk hortikultura untuk dikirim antar provinsi, Jumat (25/1/2019).
Diutarakannya lebih lanjut, jika pun ada pengusaha yang berspekulasi melakukan pengiriman antar provinsi semisal, ke Batam ataupun ke Jakarta, sudah dapat dikatakan “judi pasrah”. Karena sudah pasti rugi, Tetapi apaboleh buat ketimbang barang yang sudah dibeli atau dilelang sebelumnya di perladangan masyarakat tidak di berangkatkan sama sekali.
Terkait petani yang masih menawarkan komoditinya saat ini, Achuan, mengatakan, pihaknya tidak jarang harus melakukan pembelian. "Kita dengan petani sudah bertahun-tahun langganan. Mana mungkin kita mengelak dalam situasi ini. Apa boleh buat harus mengikuti pasaran. Kami katakana, kalaupun banyak nanti yang tidak dipanen, tidak usah di laporkan ke kantor. Akan tetap kita bayar, itulah bukti tidak lancar. Petani juga tau itu,” ujarnya.
Sesuai keterangan Achuan, pada Agustus-September 2018, pengiriman kol lumayan lancar. Tidak hanya dalam negeri, permintaan dari Taiwan sehubung bencana angin kencang, lumayan tinggi. Ketika itu pembelian (lelang) kepada petani di perladangan Rp 3.500/kg (1 batang 2-3 kg/kol besar).
Pada Oktober, Nopember, hingga pertengahan Desember 2018, diakuinya juga masih ok. Saat itu walau sudah terjadi penurunan, tetapi harga masih bertahan di kisaran Rp 2.500/kg (siap kemas), dan pengiriman ke Jakarta cukup lancar. Namun, usia pertenganahan Desember sampai saat ini harga kol menurun drastis hingga anjlok.
“Sebenarnya dengan harga hitungan di pasar tradisional sama saja. Mari kita hitung sama-sama. Di pajak sekarang harga kol 900 rupiah/kg. Kami beli diladang Rp 300/Kg. Biaya operasional per kilogramnya Rp 600. Itu meliputi biaya, tenaga kerja, transport (ladang-gudang), jaring/rajut tempat kol. Jika petani penen sendiri juga kan hitungannya sama. Tenagakerjanya sendiri, ongkos ke pasar, uang timbang, cukai, dan lainnya. Jadi tetap sama saja. Jangan bandingkan secara buta harga pasar dan dilelang,” terang Achuan.
Ditempat terpisah, ketika dihubungi melalui telepon selularnya. Agen pengirim kol warga Berastagi lainnya, Agus kemit, yang saat ini berada di Jakarta. Mengakui keanjlokan harga kol. “Saya sekarang di Jakarta. Selain melepas penat, sekaligus melakukan pantauan dipasar-pasar penerima kol di ibu kota. Disini saat ini harga kol, hanya Rp 2.000. Saingan dari Pengalengan (Jawa Barat) Jadi kita juga harus ikut pasaran,” ungkap Agus Kemit.
Diakuinya memang masih ada sedikit kiriman dari dari Tanah karo. Jumlahnya tidak pasti, mengingat pada umumnya di Jakarta disebut Kol Medan (gabungan kol Karo, Simalungun, Samosir, Humbahas, Tapanuli Utara, dairi dan Pakpak Bharat). Dari pantauannya selama 5 hari di Jakarta, 40 persen kol Medan dan 10 persen kol Padang. Sisanya didominasi kol asal pulau Jawa.
“Bagaimana kol kita dari Tanah Karo tidak kacau, kalau harga jual di Jakarta hanya Rp 2.000/Kg. Biaya ekspedisi yang menggunakan mesin pendingin saja kita sudah kena Rp 1.200/kg . Biaya upah kerja, 600-700 rupiah/kg (siap kemas). Kalau ditotal ,itu saja sudah minimal 1.800. Belum lagi biaya bongkar muat dan upah penjual di Jakarta. Aduh, berapa lagi kita beli harga kol petani kita ? Pembeli seperti kami tidak berani lagi,” ujar Agus Kemit.