Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Siapapun yang memenangkan Pilpres 2019 diharapkan mampu membawa perekonomian Indonesia menjadi lebih baik. Banyak permasalahan ekonomi yang masih harus diperbaiki.
Salah satu permasalahan ekonomi RI yang paling fundamental adalah kestabilan nilai tukar rupiah. Banyak hal yang menjadi faktor permasalahan tersebut.
Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makroekonom Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat menilai kondisi rupiah tahun ini akan lebih baik lantaran dolar AS yang akan melemah. Sayangnya secara ketahanan rupiah masih dalam kondisi rentan.
Budi menjelaskan, selain dipengaruhi faktor eksternal itu, nilai tukar rupiah juga sangat bergantung pada neraca perdagangan. Sementara saat ini defisit transaksi berjalan (CAD) masih belum bisa terpecahkan.
"CAD sendiri dipengaruhi oleh defisit migas. Lalu trade balance, yakni selisih ekspor dan impor barang saja, belakangan cenderung defisit," terangnya di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Menurutnya untuk mengatasi masalah CAD tersebut bisa dilakukan dengan mendorong sektor manufaktur sehingga ekspor bisa digenjot. Sayangnya salah satu hal yang membuat manufaktur tidak optimal adalah minimnya sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni.
"Jadi siapapun yang berkuasa, pemenang Pilpres, sebaiknya fokus pada SDM untuk mendorong manufaktur," ujar Budi.
Selain itu, hal yang menjadi PR untuk pemenang Pilpres 2019 adalah bagaimana menarik lebih besar investasi asing. Dengan begitu pembangunan ataupun pengembangan lainnya bisa dijalankan tanpa perlu berutang.
"Dan terakhir bagaimana optimalisasi pajak kita. Tahun tahun lalu cukup baik optimalisasinya dan itu bisa mengurangi obligasi risk negara," tambahnya.
Rupiah sendiri juga memiliki banyak pengaruh terhadap sektor lainnya, seperti pasar modal dan pasar keuangan. Seban nilai tukar menjadi acuan bagi investor asing yang mau menanamkan modalnya di Indonesia.
"Contoh tahun lalu rupiah melemah 6,2% lalu JCI (Indeks Harga Saham Gabungan/IHSG) kinerjanya sama-sama minus. Tapi tidak lebih buruk dari 2013, saat itu rupiah melemah 26%. Saran kami risiko nilai tukar ini harus diperkuat otot-otot rupiahnya," ujarnya.(dtf)