Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Mochammad Afifuddin menilai definisi 'ujaran kebencian' masih memunculkan perbedaan dalam perspektif masyarakat. Hal itu, menurutnya, menjadi tantangan untuk menyatukan pemahaman agar tercipta batasan dalam ujaran kebencian.
"Jadi itu multitafsir tapi kan konteksnya soal arah pembicaraan konten itu harus sama-sama kita pahami. Pendefinisian yang disebut ujaran kebencian itu kan beda-beda tafsirnya, dan itu menjadi tantangan kita semua untuk lebih mendetailkan definisinya," ujar Afif dalam diskusi umum bertema 'Ekuilibrium Penanganan Ujaran Kebencian dan Perlindungan Kebebasan Berekspresi di Indonesia' di Hotel Aryaduta, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (15/2/2019).
"Karena bagaimanapun, kami dalam sisi penyelenggara pemilu terkait dengan ujaran kebencian ini cantolannya soal fitnah, penghinaan, dan lain-lain, tidak spesifik dengan ujaran kebencian," lanjut Afif.
Kaitan ujaran kebencian dalam pemilu yang diatur dalam Pasal 280 UU Nomor 7/2017, menurut Afif, itu juga masih rancu. Contoh hinaan bagaimana yang menurutnya yang termasuk dalam kategori ujaran kebencian itu belum dijelaskan secara terperinci. Untuk itu, menurutnya, penting untuk mendefinisikan ujaran kebencian sehingga menyamakan pendapat masyarakat.
"Bukan pasalnya yang karet, tapi soal hinaannya dan lain-lain. Jadi cara memahaminya kita harus sama, menemukan titik temu. Kalau kemudian kita orientasinya membedakan, itu nggak akan ketemu. Nah makanya penting forum seperti ini untuk mendefinisikan secara operasional apa sih kita kategorikan ujaran kebencian," katanya.
Afif mengatakan potensi ancaman ujaran kebencian bukan terjadi dalam masa pemilu saja, tapi bisa terjadi kapan pun. Dan isu SARA, menurutnya, adalah yang paling sering memicu terjadinya ujaran kebencian.
"Ya setiap oranglah, ya. Ini kan harus kita posisikan bahwa yang sering dipakai itu adalah isu soal SARA, nah ini menjadi latar belakangnya kemudian soal isu dan agama itu kan yang sering dipakai," jelasnya.
Lantaran tidak ada batasan dalam ujaran kebencian, hingga saat ini Bawaslu, ujar Afif, telah banyak sekali menangani kasus tersebut. Namun tidak secara spesifik ujaran kebenciannya. Intinya, di masa pemilu ini kebanyakan kasus tersebut merupakan perbuatan yang tidak menyenangkan.
"Saya per kasus sudah saya sampaikan, kalau lainnya yang sampai putusan itu belum, tapi yang kita ingin pastikan bahwa kaitan pemilu dengan ujaran kebencian itu perbuatan tidak menyenangkan, itu memang dilarang dalam pemilu," jelasnya. (dtc)