Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Isu Ketahanan pangan dalam debat kedua calon presiden (Capres) dinilai sangat strategis. Sehingga keberpihakan pemerintah harus jelas, pada petani atau asing.
Ketua DPD Pemuda Tani Indonesia Sumut, Muhammad Fadly Abdina, Senin (18/2/2019), menilai kebijakan Impor berbagai komoditi pertanian, termasuk pangan yang dilakukan oleh pemerintahan saat ini jelas sangat merugikan para petani.
Setelah pemaparan kedua kandidat, sebut Fadli, dia melihat pandanganCapres No 01 cenderung tidak mempersoalkan kebijakan impor. Sedangkan Capres 02 Prabowo Subianto dengan tegas mengatakan kebijakan impor pangan sangat merugikan. Sebab, sebagai negara agraris, dengan ketersediaan lahan yang ada, seharusnya dapat memproduksi bahan pangan sendiri.
Di sisi lain, dengan kebijakan impor pangan, maka terjadi pemborosan uang negara kepada negara lain.
Oleh karenanya, menurut Fadly Ketersediaan bahan pangan harus didukung terlebih dahulu dengan kebijakan menutup keran impor. Selanjutnya, memberikan fasilitas layanan ketersediaan sarana produksi pertanian.
Kemudian, menetapkan harga on farm, fasilitas industri, jaringan usaha tani yang terintegrasi dari hulu hingga hilir dan mengembalikan Bulog kembali sebagai lembaga stabilitas harga pangan.
dalam debat Pilpres, Jokowi enyebutkebijakan impor yang ia lakukan bertujuan untuk menjaga stok beras nasional. Ia juga menyampaikan terkait beras, pada 2018 produksi beras mencapai 33 juta ton. Konsumsi rakyat Indonesia sekitar 29 juta.
"Ini artinya ada surplus sekitar 3 juta ton. Kenapa impor? Karena impor itu untuk menjaga ketersediaan stok, menstabilisasikan harga. Kita harus punya cadangan untuk bencana hingga gagal panen," jelas dia.
Sementara, Prabowo Subianto memandang Indonesia sejak era reformasi sampai saat ini masih belum memiliki ketahanan pangan. Sehingga beberapa komoditas pangan masih bergantung pada impor. Menurutnya, tidak adanya ketahanan pangan dapat membuat harga pangan di tengah masyarakat tidak terjangkau.