Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kehadiran PLTA Batang Toru yang saat ini dikembangkan PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) di Tapanuli Selatan, terus disoroti para pegiat lingkungan. Terutama soal keberadaan orangutan yang dituding terganggu karena PLTA Batang Toru.
Namun Wanda Kuswanda dari Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) AeK Nauli, menyebutkan PLTA Batang Toru tidak memberi pengaruh signifikan untuk mengganggu keberadaan populasi orangutan di Batangtoru.
"Kalau dibilang peluang dampak mengganggu itu ada, ya benar ada. Tetapi tidak berpengaruh signifikan mengganggu keberadaan populasi orangutan di Batangtoru karena PLTA Batang Toru," ujar Wanda, yang sudah 15 tahun meneliti orangutan di hutan Batang Toru.
Hal itu disebutkan Wanda menjawab wartawan soal apakah orangutan terganggu dengan hadirnya PLTA Batang Toru, usai dirinya memaparkan materi Orangutan Tapanuli dalam media briefing di Hotel Aryaduta, Jalan Kapten Maulana Lubis Medan, Jumat (22/2/2019).
Dia mengatakan PLTA Batang Toru hanya menempati lahan 122 Ha. Itu artinya luasannya sangat kecil dibandingkan habitat orangutan di sekitar 130.000 hektare hutan Batang Toru. "Itu artinya hanya sebagian kecil area yang dibutuhkan PLTA Batang Toru," sebut Wanda.
Kemudian lahan 122 Ha PLTA Batang Toru tersebut bukan merupakan habitat inti orangutan, karena sudah merupakan kebun karet, kebun campur yang merupakan lahan budidaya masyarakat.
Di luas lahan PLTA Batang Toru itu, menurut Wanda tingkat kepadan orang utan berdasarkan penelitiannya selama ini, hanya 0,35 - 0,40. Itu artinya hanya antara 5 ekor hingga 8 ekor saja orangutan yang pernah menempati lahan PLTA Batang Toru. "Tidak sampai 10 ekor," sebutnya.
Sehingga dengan keberadaan orangutan yang tidak sampai 10 ekor di area PLTA Batang Toru, maka menurut Wanda jika merujuk komitmen NSHE melakukan pembangunan PLTA Batang Toru dengan prinsip ramah lingkungan, tidak akan signifikan berdampak terhadap populasi orangutan di Batang Toru.
Sebelumnya dalam paparannya, Wanda mengatakan berdasarkan penelitiannya terhadap orangutan di hutan Batang Toru, total populasi orangutan Tapanuli di hutan Batang Toru mencapai antara 495 ekor - 577 ekor. Dia merinci orangutan di Blok Timur hutan Batang Toru 120 ekor - 150 ekor, Blok Barat 360 ekor - 400 ekor dan Blok Selatan 15 ekor - 27 ekor.
Kemudian orangutan umumnya bermukim atau hidup di ketinggian 600 meter - 900 meter di atas permukaan laut, yaitu di Dolok Sipirok dan KPHL XI Sibolga. Tingkat kepadatan di ketinggian tersebut antara 0,3 - 1,02 per km2.
Sementara di sepanjang sungai Batang Toru yang termasuk dalam area PLTA Batang Toru, memiliki ketinggian 400 meter di atas permukaan laut dengan tingkat kepadatan antara 0,35 - 0,4 per km2. "Sehingga itulah mengapa kita sebutkan tadi orangutan di sekitar area PLTA Batang Toru tidak sampai 10 ekor," ujarnya.
Lalu ditanya apakah BP2LHK pernah mendapat temuan orangutan terganggu dengan aktivitas PLTA Batang Toru sejauh ini, Wanda menyebutkan belum pernah ada temuan. Tetapi begitu pun, ada indikasi beberapa orangutan di sekitar itu bergabung ke arah yang lebih jauh dari kawasan yang ditempati PLTA Batang Toru.
"Dan agar orangutan tidak stres, sehingga perlu ada kegiatan di situ misalnya dengan melakukan penanaman pohon pakan atau pembangunan koridor. Karena memang ada beberapa orangutan yang kita lihat itu sedikit bergeser dari areal yang dibuka dan itu wajar sebagai prilaku alami orangutan," sebut Wanda.
Lebih lanjut Wanda mengatakan orangutan di kawasan PLTA Batang Toru sudah terbiasa hidup di APL seperti seperti kebun rakyat, dimana tumbuhan-tumbuhannya berbeda dengan yang ada di habitat asli orangutan di hutan primer.
"Sehingga saya pikir mereka (orangutan) yang pindah pun sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru yang tidak beda jauh dengan areal yang dibuka, terutama mereka ini sekarang banyak berkumpul di kebun-kebun campur masyarakat, terutama di sekitar wilayah Sitandean. Sehingga kita sekarang meminta NSHE perlu membangun demplot pengkayaan di daerah itu," sebutnya.
Selain itu, direkomendasikan juga agar dibangun station research (pusat penelitian) Batang Toru, minimalkan dampak bagi orangutan, pembentukan tim monitoring orangutan dan satwa lainnya, membantu mitigasi konflik dan mengembangkan ekonomi alternatif.
Terhadap rekomendasi BP2LHK ini, Senior Advisor Lingkungan NSHE Agus Djiko Ismanto mengatakan telah mulai melakukannya. Diantaranya ikut menjaga dan melestarikan orangutan. "Sudah kita bangun semacam sarana penghubung berupa jembatan gantung seperti itu ya antar titik hutan yang satu dengan yang lainnya itu agar orangutan bebas berpindah, tidak tergangu misalnya dengan keberadaan jalan yang kita buka. Orangutan bisa lewat dari jembatan gantung itu," ujar Agus.
Kemudian saat ini terus difasilitasi mewujudkan pembangunan station research bekerjasama dengan IPB. "Dan oleh karena itulah memang menjadi perhatian utama kami jangan sampai orangutan kita ganggu, apalagi secara sengaja. Kami menerapkan zero toleran bagi siapa saja, yang artinya tidak ada toleransi bagi siapapun di kawasan kami yang terbukti mengganggu orangutan. Ini tegas kami terapkan," sebut Agus.