Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin heran belum ada travel haji dan umrah yang belum memiliki sertifikasi syariah. Padahal, banyak sektor lain yang sudah memiliki sertifikat itu.
Ma'ruf awalnya memaparkan MUI sudah melakukan sertifikasi halal pada 1985 untuk melindungi umat dari muamalah (interaksi) yang tidak sesuai syariat. MUI lalu membentuk dua lembaga yang melakukannya yaitu komisi fatwa dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika.
"Maka dua lembaga ini menghasilkan produk-produk yang kemudian bisa disertifikasi menjadi sertifikat halal," Ma'ruf saat menjadi pembicara dalam seminar nasional 'Manajemen Bisnis Syariah pada Bisnis Haji dan Umrah' di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (6/3/2019).
MUI punya kerisauan lagi pada tahun 1990 soal perbankan, asuransi, dan pasar modal. MUI lalu membuat kajian bagaimana membuat bank yang sesuai dengan syariah, tidak menggunakan sistem bunga.
"Akhirnya lahirlah upaya-upaya yaitu mensyariahkan ekonomi syariah atau memasyarakatkan ekonomi syariah dan mensyariatkan ekonomi masyarakat. Kemudian lahirlah apa yang diupayakan oleh MUI yaitu bank pertama syariah di Indonesia, Bank Muamalah yang kemudian disusul dnegan bank bank syariah lain," ujarnya.
Untuk mengawal pengembangan ekonomi syariah, maka MUI membentuk Dewan Syariah Nasional. Dewan Syariah Nasional membuat fatwa sebagai landasan operasional keuangan syariah, memberikan sertifikat, mensertifikasi lembaga-lembaga yang sudah memenuhi syarat untuk menjadi lembaga yang syariah.
"Kemudian yang jadi pembicaraan kita sekarang itu soal manajemen bisnis travel haji. Kalau bank banyak yang sudah kita berikan sertifikasi, pariwisata, bahkan asuransi banyak, pasar modal juga ada, kemudian juga hotel. Tetapi travel haji dan umrah itu belum satupun yang kita berikan sertifikasi," ujarnya.
Ma'ruf menegaskan bukan berarti travel haji dan umrah yang ada tidak sesuai syariah. Namun, travel-travel itu belum punya sertifikat dari Dewan Syariah Nasional.
"Saya tidak mengatakan bahwa travel haji itu tidak sesuai syariah. Tetapi belum ada satupun travel haji yang punya sertifikat syariah dari Dewan Syariah Nasional. Saya tidak tahu kenapa ini persoalannya terjadi," imbuhnya.
Ma'ruf lalu mencontohkan makanan yang mendapatkan sertifikasi halal dari MUI dan sudah bergaransi. Menurutnya, perusahaan juga perlu memiliki sertifikasi syariah agar diakui sebagai perusahaan syariah.
Padahal, kata Ma'ruf, travel haji dan umrah memiliki dua tanggung jawab. Pertama soal aspek kesesuaian ibadah. Yang kedua adalah pengelolaan perusahaan atau manajemen bisnisnya sesuai syariah atau tidak.
"Sampai hari ini tidak ada yang bisa mengatakan. Jadi kalau aspek ibadahnya tentu juga harus ada sertifikasi. Pembimbingnya itu sudah bersertifikat belum. Bahwa dia capable (mampu) untuk memimpin jemaah haji itu. Dan kalau bisnisnya itu sesuai syariah atau tidak, kalau sudah diaudit oleh Dewan Syairah Nasional kemudian diberikan fatwa bahwa sudah sesuai syariah," lanjutnya.
Karena itu, cawapres nomor urut 01 ini mendorong adanya sertifikasi syariah bagi perusahaan travel haji dan umrah. Jika belum memiliki sertifikat, menurut Ma'ruf, izin travel tersebut tidak boleh dikeluarkan.
"Tentu harus didorong supaya kalau kita mengembangkan sistem syariah, itu kan perbankan sudah, asuransi sudah, pasar modal juga sudah, bisnis yang lainnya sudah, masa bisnis haji dan umrah malah belum? Ini karena belum ada aturan yang memaksa, karena itu perlu ada aturan bahwa izin dari Kementerian Agama dikeluarkan kalau dia sudah memperoleh sertifikat dari DSN. Jadi baru nanti mereka harus ngurus, kalau nggak, jangan dikeluarkan izinnya," ucapnya.
Lebih lanjut, Ma'ruf ingin agar mulai ada langkah yang mengarah pada sertifikasi itu. Menurutnya, Dewan Syariah Nasional dan Kementerian Agama memiliki peran dalam hal ini.
"Jadi menurut saya kita memang harus mengarah ke sana. Sekarang ini travel kita banyak sekali. 1.000 lebih. Soal pengamanan kehati-hatian mungkin Kementerian Agama, tapi kalau kesesuaian syariahnya, Kementerian Agama tidak punya kompetensi untuk itu. Kompetensinya ada pada Dewan Syariah Nasional. Keseusian ibadanya itu ada di Majelis Ulama. Ini yang harus dibenahi dalam travel haji ini," pungkasnya.(dtc)