Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Samosir. Kehidupan Pinnaria Pandiangan cukup memprihatinkan. Di usianya yang ke-66, seharusnya wanita yang bergelar Op Benget Simanihuruk, warga Huta Binanga Borta, di Dusun I, Desa Lumban Suhi-suhi Toruan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir ini harusnya lebih banyak istirahat santai di rumah, menghabiskan masa tuanya bercengkerama bersama cucu.
Namun dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, ia pun harus tetap bekerja untuk menghidupi anak, cucunya dan dirinya sendiri. Op Benget yang sudah menjanda sejak 1989 memiliki 7 orang anak, 5 di antaranya laki-laki dan 2 perempuan. Kini, ia hidup satu rumah dengan anak ketiganya yang mempersunting Boru Pasaribu dikaruniai 3 anak, cucu Op Benget.
Di masa tuanya, ia harus banting tulang membantu kehidupan rumah tangga anak ketiganya itu. Pasalnya, kondisi anak ketiganya itu (mengalami sedikit gangguan mental sepulang merantau dari Tangerang). Untuk menghidupi anak, menantu dna cucunya itu, ia pun berdagang mangga dan jajanan ringan, seperti kerupuk. Modal untuk berdagang ia pinjam dari koperasi harian di pinggir jalan nasional, di Binanga Borta, Desa Lumban Suhi-suhi Toruan.
Selain berjualan, Op Benget yang juga terampil dalam pembuatan ulos (bertenun) Karo sejak tahun 1970. Karena faktor usia, kini ia hanya mampu menenun 3 lembar dalam 1 bulan, dengan modal 1 lembarnya Rp 200.000, dijual seharga Rp 300.000/lembar. Hasil itulah dipergunakannya untuk mencukupi kebutuhan dapur.
Disambangi medanbisnisdaily.com, Sabtu (9/3/2019), Op Benget yang kini tinggal di rumah berdinding papan berlantaikan tanah, berharap mendapat perhatian dari pemerintah. Ia mengaku selama ini belum pernah menerima bantuan dari pemerintah, selain raskin dan 1 unit tenda kerucut, 1 buah lemari yang diberikan Pemkab Samosir 2017, yang kini digunakannya untuk jualan mangga dan kerupuk.
"Pernah dapat bantuan 1 unit tenda dan 1 buah lemari dari Pemerintah Kabupaten Samosir. Itu diberikan tahun 2017 lalu. Selain itu, belum pernah terima bantuan. Kalau dari desa paling raskin dan baju seragam lansia di 2018 kemarin," tutur Op Benget.
Diceritakan, berjuang menghidupi ketujuh anak-anaknya selama ini, dengan kondisi perekonomian yang hanya pas-pasan, hanya dapat pasrah dengan selalu mengandalkan doa, berharap anak-anaknya mendapatkan kehidupan yang layak.
Berdagang mangga dengan modal pinjaman koperasi harian, Op Benget hanya bisa sedikit ada keuntungan ketika di musim libur. Hari-hari biasa, penjualan hanya mencapai Rp 50.000.
"Untuk bisa berputar, saya pinjam koperasi harian. Mangga ini saya beli dari toke. Mau saya beli sampai 50 kg, tapi kadang dalam satu hari 1 kg pun tidak terjual. Kadang 50 kg baru habis dalam seminggu," kata Op Benget.
Paling sambung, Op Benget, kalau musim libur, bisa menjual sampai 20 kg. "Hanya musim libur yang bisa habis hingga 20 kg. Kalau hari biasa, kadang hanya 1 kg, kadang tidak ada yang terjual," ucap Op Benget.
Selain berharap perhatian dari pemerintah, Op Benget juga meminta perhatian pihak PLN atas meteran PLN berdaya 450 watt di rumahnya yang kurang stabil.
"Kalau sudah memasak nasi menggunakan penanak nasi (rice cooker), semua lampu harus dimatikan. Kalau tidak meteran langsung balik. Tolonglah agar diperbaiki PLN," pinta Op Benget.
Lagi, sebagai pedagang dipinggir jalan, Op Benget juga mau memperhatikan kebersihan di sekitar tempatnya berjualan. Untuk itu Op Benget juga ingin difasilitasi tong sampah. "Saya mau bayar, asallah dibuat tong sampah di sini," ujar Op Benget.
Di akhir perbincangan, Op Benget berharap besar adanya perhatian pemerintah, apalagi terhadap anak yang kini tinggal bersamanya dan sudah memiliki anak, kiranya layak sebagai penerima PKH.