Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menyatakan langkah penyitaan Ditjen Pajak atas ratusan mobil Subaru sah. Di sisi lain, MA juga menguatkan denda pajak Rp 1,5 triliun ke Subaru.
Sebagaimana dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), Selasa (12/3/2019), kasus mulai membelit Subaru saat Ditjen Pajak mengeluarkan audit kurang bea masuk dan pajak pada 17 Juli 2014. Ditjen Pajak memberikan tenggat hingga 15 Agustus 2014 agar PT TC Subaru melunasi kekurangan bea masuk dan pajaknya.
Detailnya yaitu:
1. Bea masuk sebesar Rp 115,9 miliar.
2. PPN sebesar Rp 40,5 miliar.
3. PPNbM sebesar Rp 163 miliar.
4. PpH sebesar Pasal 22 Rp 10 miliar
5. Denda sebesar Rp 1,1 triliun.
Total yaitu sebesar 1,503 triliun.
Atas hal itu, PT TC Subaru menyatakan keberatan dan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Pada 5 Mei 2015, Pengadilan Pajak tidak menerima permohonan banding itu.
PT TC Subaru lalu mengajukan PK dan ditolak MA pada 22 Februari 2016. Tidak terima, PT TC Subaru kemudian mengajukan PK lagi. Apa kata MA?
"Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali ke-II PT. TC SUBARU tersebut," demikian putus majelis yang diketuai Supandi dengan anggota Harry Djatmiko dan Yosran.
Majelis menilai dalil-dalil yang diajukan dalam memori PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap di persidangan serta pertimbangan hukum majelis Pengadilan Pajak.
"Pemohon banding tidak memenuhi syarat formil banding sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 36 ayat 4 UU Pengadilan Pajak," ujar majelis.
Setelah itu, importir Subaru ke Indonesia, Motor Image Interprises dan TC Subaru SDN BHD juga menggugat penyitaan ratusan unit mobil yang dilakukan Ditjen Pajak.
Awalnya, Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) menyatakan penyitaan itu tidak sah. Tapi Ditjen Pajak mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta dan dikabulkan.
"Menyatakan gugatan perlawanan Para Terbanding /semula Pelawan I dan II
tidak dapat diterima," putus majelis pada 17 Februari 2019. Duduk sebagai ketua majelis yaitu Ester siregar dengan anggota M Yusud dan Hidayat.
dtc