Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Cyrus Network menjelaskan fenomena naik turunnya angka elektabilitas capres-cawapres di berbagai survei Pilpres 2019. Menurut CEO Cyrus Network, Hasan Nasbi, fenomena ini terjadi karena besarnya angka unidentified voters, bukan karena naik turunnya angka lawan.
"Hasil kesimpulan saya bahwa data-data pollster ini semakin besar angka unidentified voters, maka yang paling tergerus adalah angka elektabilitas Jokowi," kata Hasan Nasbi kepada wartawan, Rabu (20/3/2019).
Hasan Nasbi menunjukkan hasil 24 survei dari berbagai lembaga pada Oktober 2018 hingga Maret 2019. Ada pula penghitungan korelasi antara elektabilitas calon dengan besarnya prosentase unidentified voters.
"Koefisien korelasinya (antara elektabilitas Jokowi dan besar unidentified voters) mendekati 1, tepatnya -0.810. Ini tanda negatif, menunjukan hubungan yang berlawanan arah," kata Hasan.
Dijelaskan lebih lanjut hubungan antara besarnya angka unidentified voters dengan elektabilitas Prabowo sandi juga negatif, tapi korelasinya tidak begitu kuat karena koefisiennya hanya -0,558. "Jadi kalau unidentified votersnya membesar, elektabilitas Prabowo hanya tergerus sedikit," tambahnya.
Pihaknya juga menghitung korelasi antara naik turunnya elektabilitas Jokowi dan elektabilitas Prabowo. Hasilnya, meski terlihat hubungan yang berlawanan arah, tapi naik turunnya angka Jokowi di survei, tidak berkorelasi secara signifikan dengan naik turunnya elektabilitas Prabowo- Sandi.
"Koefisiennya hanya -0,034. Sangat-sangat tidak signifikan karena mendekati 0," ujarnya.
Hasan juga bicara soal unidentified voters di survei. Menurutnya, unidentified voters tidak sama dengan undecided voters. Itu karena pengenalan publik terhadap semua calon sudah sangat tinggi, hampir mencapai angka 100%.
"Buat saya, angka unidentified voters itu bukan lagi angka undecided yang sesungguhnya. Istilah undecided bisa menipu kita. Yang ada hanyalah kegagalan pollster membongkar pilihan politik masyarakat, sehingga mereka tidak mau memberi jawaban," kata Hasan.
Jadi menurutnya, semakin besar angka unidentified voters, itu artinya semakin besar tingkat kegagalan pollster mengungkap pilihan masyarakat.
"Kalau hari ini angka unidentified votersnya masih 2 digit, pollster tersebut harus belajar memperbaiki teknik wawancara agar masyarakat mau membuka dan memberitahu pilihan politik mereka," tutupnya.(dtc)