Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Simalungun. Ribuan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun merasa resah dengan adanya wacana kewajiban pembelian bakal seragam batik baru.
Sejumlah ASN yang bertugas di beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) kepada wartawan, Kamis (21/3/2019), mengatakan, harga bakal seragam batik dengan ornamen Simalungun dipatok Rp 200 ribu.
Padahal baju batik yang digunakan ASN saat ini setiap Kamis dinilai masih layak pakai. Sehingga membuat sebagian besar pegawai keberatan dengan kebijakan tersebut.
"Kemarin pegawai sudah dikenakan pungutan Rp 100 ribu untuk fingerprint atau mesin absensi elektronik. Sekarang disuruh lagi beli bakal batik dengan harga Rp 200 ribu. Jadi seperti sapi perahan pegawai ini," ujar seorang ASN yang bertugas di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) bermarga Purba.
Keberatan yang sama disampaikan seorang ASN yang berdinas di Dinas Ketahanan Pangan, R Saragih.
"Kondisi baju batik yang saya punya sekarang masih baik, karena hanya dipakai sekali seminggu, yakni setiap Kamis. Jadi untuk apa harus dibeli lagi dengan harga yang mahal pula," sebut Saragih.
Menurut para ASN, pembelian baju batik harus dibayar melalui OPD masing-masing setelah insentif dicairkan.
Pengadaan baju batik ASN Pemkab Simalungun disebut-sebut dikordinir oknum yang mengaku orang dekat Bupati Simalungun melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Namun Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkab Simalungun, Harmedin Saragih yang dikonfirmasi melalui telepon menyangkalnya.
"Tidak ada pengadaan baju batik ASN Pemkab Simalungun oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan," kata Harmedin.
Anggota DPRD Simalungun, Dadang Pramono menyesalkan adanya kesan pemaksaan pembelian baju batik oleh ASN.
Padahal menurut politisi Partai Demokrat itu, pengadaan baju batik ASN seharusnya dialokasikan di APBD bukan dibebankan kepada pegawai.
"Tidak benar jika pembelian baju batik ASN dibebankan kepada pegawai. Seharusnya dialokasikan di APBD, bukan dibeli sendiri oleh pegawai. Janganlah pegawai terus menerus disusahakan dengan pungli yang modusnya macam-macam," pungkas Dadang.