Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Hingga akhir Maret 2019, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan belum mampu memenuhi kuoata kepesertaan PBI (penerima bantuan iuran) BPJS Kesehatan. Dari 80.527 kuota baru, hingga saat ini yang baru terpenuhi hanya sekitar 11.000.
Anggota Komisi B DPRD Medan, Rajuddin Sagala menyayangkan hal tersebut sampai terjadi. Ia beranggapan hal ini terjadi karena kurang tanggapnya Dinkes Medan dalam menjalankan tugas sebagai pelayan masyarakat.
"Uangnya sudah disahkan melalu Badan Anggaran DPRD Medan, telah disetujui olel Pemko bersama DPRD Medan Namun pelaksanaannya masih rendah, sangat disayangkan," katanya di Medan, Minggu (24/3/2019).
Politikus PKS ini menilai masyarakat Kota Medan masih banyak yang membutuhkan biaya berobat dan tercover di program PBI BPJS Kesehatan.
Ia khawatir apabila ini terus dibiarkan, maka uang dari program tersebut menjadi Silpa (Selisih Lebih Penggunaan Anggaran).
"Saya khawatir akan terjadi Silpa lagi seperti tahun lalu yang bersisa sekitar Rp 9 miliar lebih. Seharusnya ketika masyarakat sudah mengajukan datanya untuj mendapatkan kartu BPJS tersebut agar segera diproses," jelasnya.
"Saat ini sudah Maret, yang selesai baru 11.000. Bagaimana masyarakat lainnya yang sudah mengajukan, dengan alasan apalagi kok masih belum diproses semuanya ini jadi pertanyaan besar. Sepertinya Dinkes kurang tanggap keperluan warganya, ini perlu jadi catatan besar buat wali kota agar dinas terkait sesegera mungkin menindaklanjutinya," tegasnya.
Kepala Dinkes Medan, Edwin Efendi menyebut kuoata 80.527 peserta PBI tidak harus terpenuhi semua. Namun begitu, seluruh usulan yang ada tetap diproses.
"Itu kan 80.000 kuoatanya, tidak terisi semua tidak ada masalah. Masih ada beberapa bulan ke depan, pengisian bisa dilakukan bertahap. Kalau tidak jadi silpa juga tidak masalah," jelasnya.
"Yang harus dipahami, silpa kegiatan sosial seperti PBI dengan silpa kegiatan fisik beda. Memaknainya tidak sama, kalau fisik jadi silpa padahal sudah direncakan berati pengelola anggaran yang bisa kerja. Kalau sosial seperti ini tidak seperti itu," imbuhnya.