Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Oleh: Gunawan Benjamin*
Judul di atas muncul saat penulis mengikuti sebuah ceramah yang dilakukan oleh salah seorang pemuka agama. Beliau menyatakan bahwa uang yang kita gunakan saat ini sebagai alat tukar itu bertentangan dengan hukum syariah. Karena di zaman Rasulullah, uang yang dijadikan alat tukar itu adalah dinar (emas) dan dirham (perak).
Saya sendiri berpendapat bahwa uang dinar dan dirham bukanlah merupakan mata uang islam. Karena pada dasarnya, jauh hari sebelum masa Rasulullah, bangsa Arab jahiliyah dan semua masyarakat nonmuslim sudah menggunakan dinar dan dirham sebagai alat tukarnya.
Dan faktanya tidak ada dalil valid yang mengharamkan uang kertas. Sehingga tidak tepat jika kita langsung menyatakan bahwa uang kertas yang berlaku sekarang ini itu haram. Jadi kesimpulannya, kalau berbicara mengenai zat uang kertas itu sendiri adalah halal. Walaupun masih ada plus minus dari pemberlakuan uang kertas di masa sekarang ini.
Nah kalau plus minusnya itu dijadikan bahan kritikan saya pikir merupakan suatu kewajaran. Di mana uang kertas ini berpotensi menimbulkan kecurangan, penambahan jumlah digit angka akibat inflasi, atau penggunaan emas dan perak juga memicu terjadinya inefisiensi dalam transaksi, atau memang ada masalah lain seperti menggunakan dinar dirham justru dinilai tidak adil bagi negara tertentu.
Atau sebagian berpendapat bahwa menggunakan dinar dirham akan membuat kita terhindar dari inflasi. Walaupun saya pikir pendapat tersebut juga mengada-ada. Meksi demikian penulis sudah berniat untuk membuat tulisan selanjutnya untuk menjawab beberapa pertanyaan tersebut dalam tulisan lainnya.
Namun untuk kali ini, penulis akan lebih mengedepankan fikih (logika) dalam menjabarkan mengapa uang kertas itu dibutuhkan saat ini. Kenapa tidak menggunakan emas atau perak saja.
Kita coba ambil ilustrasi seperti ini. Jika sebuah negara yang memiliki kekayaan akan sumber daya alam, seperti emas maupun perak, maka negara tersebut sejatinya memiliki keleluasaan dalam mencetak uang dalam bentuk emas dan perak.
Namun, bagaimana dengan negara yang tidak memiliki kekayaan berupa emas maupun perak?. Atau dengan kata lain negaranya minim dengan kekayaan alam. Kalau negara tersebut dinyatakan tidak berhak mencetak uang, lantas bagaimana cara mereka membangun industrinya jika mereka tidak memiliki uang.
Jadi kalau negara tersebut dipaksa berdagang dengan negara yang memiliki emas, maka akan muncul ketidakadilan di situ. Di mana, negara yang memiliki emas berpeluang dengan mudah menguasai ekonomi negara yang miskin akan sumber daya alamnya. Jadi dalam konteks ini, negara yang miskin sumber daya alam tersebut dipaksa untuk berinovasi atau dipaksa untuk menjual apapun yang mereka miliki untuk mendapatkan uang (emas dan perak).
Sementara negara yang memiliki kekayaan alam berupa emas maupun perak dengan sangat mudah menjadi negara dengan ekonomi besar. Atau bukan tidak mungkin menjadi negara adikuasa. Negara dengan kekayaan alam melimpah tersebut tidak membutuhkan inovasi untuk menjadi negara dengan kekuatan ekonomi yang disegani.
Logika lainnya adalah terkait harga emas itu sendiri. Penulis sampai saat ini terus menyuarakan bahwa emas itu harganya hanyalah persepsi. Jadi kita ambil contoh seperti ini. Misalkan saja ada banyak orang yang tinggal di zaman batu, di mana alat transaksi yang pertama muncul adalah barter. Artinya jika seorang petani di zaman batu ingin memiliki emas dia bisa menukarkan beras yang dimilikinya untuk ditukarkan dengan emas yang dimiliki penggali emas.
Tetapi yang menjadi pertanyaan penulis, bagaimana bisa emas justru memiliki harga? Logikanya begini, jika kita seorang manusia bertahan hidup, maka yang dijadikan kebutuhan dasar itu adalah makan dan minum. Artinya beras yang kita konsumsi tentunya memiliki harga yang mahal. Karena tanpa beras kita akan kesulitan untuk bertahan hidup.
Artinya tanpa makan dan minum sudah pasti manusia itu akan punah. Jadi jelas posisi makanan dan minuman tersebut memiliki nilai strategis bagi seorang manusia untuk bertahan hidup. Nah, selanjutnya bagaimana dengan emas?. Apa sih fungsinya emas bagi kehidupan kita?. Apa manfaat yang bisa kita ambil dari emas sehingga emas itu memang benar-benar berharga buat kita?.
Kalau menjawab emas itu berharga dan bernilai karena tidak berkarat, susah dicari. Maka jawaban lain terkait dengan benda lain yang sulit dicari juga banyak, bukan hanya emas. Ada aluminium, timah, uranium dan masih banyak benda lain yang sulit dicari dan membutuhkan upaya besar untuk menariknya ke permukaan.
Saya dalam konteks ini bisa memastikan bahwa emas tidak memiliki makna substantif yang menopang kelangsungan hidup seorang manusia. Manusia itu, sejak lahir diberikan karunia untuk mencintai sesuatu yang bersinar atau berkilau. Di saat melihat emas yang berkilau tersebut, manusia memiliki rasa cinta terhadap emas, sehingga dari rasa cinta itu memunculkan harga.
Sama halnya dengan rasa cinta seorang manusia dengan orang lainnya. Rasa cinta tersebut memunculkan harga, bahkan harganya tidak tanggung-tanggung yakni segalanya. Di mana banyak manusia yang memandang pasangan atau keluarganya sebagai harta yang tak ternilai. Harta yang tak ternilai itu jelas sudah memunculkan harga di situ.
Harganya bukan lagi hanya bersifat materi. Harga yang tak ternilai tersebut mencakup jiwa dan raga bahkan nyawa. Jadi ada yang jauh lebih bernilai dari hanya sekedar emas bukan?.
Nah, kembali lagi ke konsep emas yang bernilai persepsi. Emas itu bernilai karena memang semua manusia sepakat bahwa emas itu memang ada harganya. Manusia sejak lahir sudah teredukasi untuk menghargai emas. Artinya sejak lahir ditanamkan bahwa emas itu ada harganya, bisa diperjualbelikan, bisa untuk perhiasan dan sebagainya. Sehingga munculah persepsi dalam benak manusia di dunia itu bahwa emas memang bernilai.
Padahal, saya bisa pastikan tanpa emas semuanya baik-baik saja. Bahkan sebanyak apapun emas yang kita miliki, emas itu sifatnya hanya logam mulia. Hanya bisa dipandang, dilihat-lihat dan cenderung menjadi simbol untuk menunjukan kasta, status sosial, daya beli, kekayaan, kebanggan atau nilai persepsi lainnya.
Jadi, kalau dahulu uang kertas dicetak dengan mengacu kepada jumlah emas yang dimiliki. Sekarang uang kertas tidak demikian. Hanya selembar kertas yang dibubuhi angka dan manusia mempercayai bahwa uang itu ada harganya. Jadi nilai uang sekarang itu bisa dikatakan juga sebagai persepsi. Nah apa bedanya dengan emas?.
Walaupun sama-sama persepsi, tetapi uang adalah benda yang dibentuk dari akal manusia, sementara emas merupakan benda yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Masih lebih sempurna ciptaan Tuhan tentunya.
Tetapi kita bersyukur, manusia masih dihargai dengan kreasinya berupa uang kertas sebagai alat pembayaran, tanpa mengeluarkan dalil larangan penggunaan uang kertas. Wassalam…
*Pengamat Ekonomi, Mahasiswa S3 UIN Sumatera Utara