Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Produk kelapa sawit asal Indonesia terkena diskriminasi di Eropa. Dugaannya diskriminasi itu dilakukan demi meredam defisit perdagangan dengan Indonesia.
Staf Khusus Kementerian Luar Negeri untuk Percepatan Program Prioritas Peter F Gontha mengatakan neraca perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa surplus.
"Pertanyaan kita sekarang adalah dengan mereka mau mem-banned kelapa sawit kita apakah mereka mencoba untuk menurunkan atau diskiriminasi agar balance of payment berubah juga?," kata Peter di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Senin (25/3/2019).
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa sebesar US$ 17,1 miliar dan nilai impornya US$ 14,1 miliar, sehingga masih surplus US$ 3 miliar.
Peter menyebutkan, diskriminasi Uni Eropa terhadap produk kelapa sawit Indonesia juga membuat pemerintah menggalang dukungan ke beberapa lembaga pemerintah, salah satunya dewan perwakilan rakyat (DPR).
"Kita lihat bahwa ketua parlemen kita, DPR ini menulis surat juga kepada Eropa. Jadi parlemen to parlemen," ujar Peter.
Surat yang dikirimkan DPR terkait delegated act, yang merupakan merupakan dokumen buatan Komisi Eropa. Dalam dokumen itu disebutkan kelapa sawit merupakam komoditas berisiko tinggi.
Menurut Peter, dokumen tersebut akan disidangkan oleh parlemen Uni Eropa untuk mengambil keputusan. "Kita harus menunggu 1 sampai 3,4 hari ke depan," ujar dia.
Selain DPR, pemerintah juga akan menggalang dukungan lewat NGO atau lembaga swadaya masyarakat terkait dengan kelapa sawit nasional.
"Indonesia menjadi salah satu negara yang paling aktif mengikuti persyaratan-persyaratan agar supaya kita juga dianggap dunia bahwa kita, memperhatikan climate change," ungkap dia. (dtf)