Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dapil Sumut, Marnix Sahata Hutabarat menyatakan masih butuh waktu agar pariwisata di Danau Toba sekelas dengan Bali atau Thailand. Jalan awal bagi pariwisata di Danau Toba agar naik kelas adalah dengan menciptakan keramaian lebih dulu. Mendatangkan sebanyak-banyaknya wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Bali dan Thailand pada mulanya juga seperti itu.
Terangnya, sebagaimana Bali yang dikenal sebagai pariwisata budaya, seharusnya kawasan danau terbesar di Asia Tenggara tersebut juga dijadikan demikian. Budaya lokal dihidupkan, dibuat semenarik mungkin penyajiannya sehingga memikat wisatawan. Warga sekitar, agar menikmati keuntungan, dapat menyulap atau menjadikan rumahnya sebagai hunian bagi turis.
"Di Bali, apa sih yang luar biasa dari Tanah Lot, kan biasa-biasa saja. Tapi orang banyak datang ke sana. Atau di Norwegia ada patung anak kecil buang air kecil (pipis), tapi wisatawan senang berfoto di situ. Ada nilai sejarah yang dibangun, seharusnya di Danau Toba juga seperti itu," cerita Marnix kepada wartawan, Sabtu (23/3/2019).
Membangun convention atau menciptakan lokasi wisata rohani di kawasan Danau Toba, paparnya, bisa jadi cara lain guna mendatangkan wisatawan. Menyediakan segala sesuatu yang mereka butuhkan agar mereka mau datang.
"Nggak apa-apa Danau Toba disebut sebagai pariwisata kelas kampung, kalau yang datang sudah ramai barulah kelasnya dinaikkan. Dibangun hotel bintang lima dengan tarif selangit," tegasnya.
Sayangnya, terangnya, saat ini fakta yang terlihat di wilayah-wilayah di kawasan Danau Toba masih belum mendukung terciptanya keramaian yang menandai tingginya jumlah wisatawan berkunjung.
Misalnya, harga makanan dan minuman yang sangat mahal. Air mineral ukuran botol kecil seharga Rp 10.000. Begitu pula sewa sepeda motor Rp 75.000/jam.
"Di Bali satu harian cuma Rp 300.000 sewa sepeda motor, keterlaluan kalau di Danau Toba. Kacau sekali perilaku pelaku usaha pariwisata di sana," tuturnya.
Kota Parapat yang merupakan gerbang masuk ke Danau Toba, disebutkannya sangat tidak pantas dipimpin seorang camat. Seharusnya adalah wali kota. Diikuti perangkat-perangkat lainnya yang sederajat. Misalnya, Polres.
"Ada banyak sekali hotel di Parapat, seharusnya yang memimpin di sana tidak lagi sekelas camat. Setidaknya wali kota agar lebih maju," kata Marnix.
Satu tips disampaikannya bagi pelaku usaha kreatif yang terbiasa membuat kaos atau t-shirt. Sebaiknya sehelai dijual seharga Rp 75.000-Rp 100.000. Dijamin akan laris manis.
"Karena harganya murah, walau kwalitasnya tak begitu baik pasti dibeli. Untuk kenang-kenangan," ungkapnya.