Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Samosir. Pemkab Samosir akan memanfaakan 1.000 hektare lahan tidur untuk tanaman jagung. Lahan tidur tersebut tersebar di 6 desa, yakni Desa Parbaba Dolok, Dosroha, Parhorasan, Sihusapi, Hutabolon dan Desa Pardomuan Nauli di Kecamatan Pangururan dan Simanindo.
Bupati Samosir, Rapidin Simbolon, mengatakan, rencana penanaman jagung di lahan 1.000 hektare itu melanjutkan penanaman jagung di atas lahan 200 hektar, yang di awal penanamannya dikelola dengan sistem mekanisasi pertanian atau penerapan teknologi pertanian.
Kata Bupati, penanaman pertama dengan umur tanam sudah 45 hari. Dari awal penanaman hingga masa panen nantinya akan dikelola dengan menggunakan sistem penerapan teknologi pertanian. "Semoga panen melimpah," harap Rapidin melalui pesan whatsapp, kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (29/3/2019).
Kepala Dinas Pertanian Samosir, Viktor Sitinjak melalui Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura, Saut Manotas Manik, dihubungi medanbisnisdaily.com, Sabtu (30/3/2019) menjelaskan, kondisi pertanaman jagung yang disampaikan Bupati Samosir adalah kerja sama PT Sumatra Harapan Niaga (SHN), PT Benget Rojaya Grup (BRG) dengan masyarakat Parbaba Dolok, selaku pemilik lahan.
"Itu kondisi pertanaman yang diawal penanamannya diikuti oleh Bapak Bupati. Hasil mekanisasi pertanian PT SHN bekerja sama dengan PT BRG dan masyarakat dengan sistim kontrak lahan masyarakat Parbaba Dolok," terang Saut.
Ia juga menyampaikan, dalam hal itu tidak ada subsidi dari pemerintah, murni dari PT SHN, PT BRG, mulai dari pengolahan, bibit, pupuk dan kompos. Usia panen 4 bulan.
"Kerja sama dengan Dinas Pertanian nantinya akan mengarahkan kelompok tani (Poktan) agar juga bekerja sama dengan mereka, paling tidak untuk pemasaran hasil panen," ujar Saut.
Kata Saut, dan melalui kerja sama itu nantinya, pihak perusahaan siap menampung hasil panen jagung masyarakat atau kelompok tani, sehingga pemasarannya tidak lagi kepada tengkulak.
"Karena secara umum, mereka hanya akan mengurangi harga sebesar Rp 100/kg dari harga pasar, itupun untuk biaya transportasi. Sehingga, harga tidak akan turun terlalu jauh," jelas Saut.
Selain itu, kata Saut, mereka juga siap melakukan mekanisasi pertanian bila masyarakat mau tanpa harus sistim kontrak lahan.
"Tetapi kalau bisa, jangan hanya satu atau dua rante. Kalau masyarakat sepakat mengumpulkan lahan, mereka siap memfasilitasi untuk mekanisasi pertanian, dan hal itu sudah kita fasilitasi sebelumnya," kata Saut.