Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Akhirnya engkau akan memilih presiden dan wakil presiden pada 17 April 2019. Engkau juga akan memilih wakil rakyat di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Engkau memang hebat karena engkau adalah “pangeran” demokrasi.
Nah, untuk memenangkan pertarungan, para kandidat pemimpin itu pun “habis-habisan” mempengaruhi engkau. Pendeknya, jika dia terpilih, keadaan ekonomi, politik, kebudayaan, sosial dan sebagainya dijanjikan akan lebih baik.
Tak pelak, kampanye Pemilu 2019 akan banjir dengan “janji-janji.” Namun tak berarti jika dia terpilih maka janji-janji itu akan serta merta terwujud bagai memakan cabai yang langsung terasa pedas. Masih panjang proses yang dilalui.
Lagi pula pemerintahan dan politik itu rumit. Maklum, masih berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan Negara yang memiliki prosedur dan tatacara. Termasuk tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Presiden terpilih masih harus menyusun kabinetnya. Baru menyusun program. Anggota DPR dan DPRD terpilih masih akan menyusun berbagai regulasi dan bujeting.
Nah, tatkala menyusun berbagai program, pemerintah dan wakil rakyat lagi-lagi merumuskan “janji-janji.” Yang menjadi persoalan, apakah janji-janji berupa program itu sesuai dengan janji-janji di kala Pemilu?
Semoga tidak akan terjadi korupsi “janji-janji.” Maklum, janji-janji selama Pemilu dimaksudkan untuk merebut suara pemilih. Adapun janji-janji setelah terpilih masih disesuaikan dengan kemampuan anggaran dan berbagai faktor lainnya. Artinya, putus sudah hubungan dengan engkau.
Karena itu, engkau harus mewaspadai janji-janji politik dalam Pemilu. Seleksilah mana yang emas mana yang Loyang. Jangan sampai terpedaya oleh iming-iming tinggi gunung seribu janji, bak lagu lawas Bob Tutupoli itu.
Atau bagaikan lagu kroncong lama. Terang bulan terang di kali/buaya muncul disangkalah mati/jangan percaya mulutnya lelaki/berani sumpah tapi takut mati... Waspadalah, wahai pangeran demokrasi!