Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Usai salat subuh, Bargot Siregar, tokoh fiksi kolom ini lari pagi di kompleks dia bermukim di pojok Kota Medan. Udara pagi yang segar dihirupnya. Dia bertemu orang-orang satu pemukiman dan saling berucap “selamat pagi.” Setelah keringat mengering, Bargot mandi. Tubuh pun terasa bugar.
Giliran sarapan pagi terhidang di meja makan. Dia bersantap bersama anak istri. He-he, namun nafsu makan dibatasi. Hati-hati, kolesterol!
Hari ini, Rabu, 17 April 2019. Pemerintah mengumumkannya sebagai hari libur. Rabu ini hari bersejarah. Pilpres berlangsung serentak dengan Pileg 2019 untuk pertama kalinya. Bak kata pepatah, sambil menyelam minum air.
Apakah Bargot dan istri akan Golput, tidak ikut memilih? “Saya memilih. Saya ingin ikut mengukir sejarah, terpilihnya para pemimpin bangsa, baik di eksekutif dan legislatif,” ujarnya, bersemangat.
“Iya, pak. Menjadi Golput pun toh tak mengurangi legitimasi Pemilu,” sahut istrinya. “Dengan kata lain, menjadi Golput itu berarti kalah,” tambah istrinya.
“Anda cerdas juga,” tanggap Bargot, sang suami. “Memilih itu adalah hak, tapi bayangkan Anda akan kehilangan hak yang tercantum dalam konstitusi UUD 1945, jika memilih Golput” tambah Bargot.
“Hak memilih itu sebenarnya sama dengan hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak, hak untuk bepergian, dan sebagainya,” kata Bargot. “Bedanya, hak memilih itu adalah tujuan awal yang memungkinkan hak memperoleh pekerjaan dan lainnya sebagai hak yang berikutnya,” lanjut Bargot.
Dengan kata lain, ada hubungan sebab akibat. Sebab, dengan terpilihnya pemeritahan baru maupun wakil rakyat di parlemen, berbagai hak masyarakat untuk meraih kehidupan yang lebih baik secara bertahap akan dperjuangkan.
Tentu saja hasil Pilpres dan Pileg 2019 bukanlah bagaikan mantera simsalabim, puah, abrakadabra, lalu semua terwujud. Tapi berproses dari waktu ke waktu, barulah memetik hasilnya..
"Hayo, segera berdandan, dong! Pakai baju cantik, dan berhiaslah bagaikan hendak ke pesta perayaan pernikahan,” kata sang suami. “Siap, bos!” kata istrinya dengan sumringah.
Keduanya kemudian meluncur ke TPS terdekat. Keduanya akan memilih sesuai kemerdekaan hati nurani. Memilih itu hak. Tak bisa diintervensi oleh siapapun. Aduhai, hak konstitusional sudah ditunaikan. Plong, plong!