Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Saya gembira ketika hari-hari ini “perang data” berkobar antara BPN (Badan Pemenangan Nasonal) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan TKN (Tim Kampane Nasional) Jokowi-Ma’ruf Amin. Bahkan juga antara BPN Prabowo-Sandi dengan berbagai lembaga survei yang melaksanakan quick count (hitung cepat) hasil Pilpres 2019.
Sepanjang masing-masing pihak menggunakan metode yang benar, sampling yang pas serta tabulasi yang tepat, saya kira no problem. Lagipula, quick count (dan real count quick count) adalah suatu cara ilmiah yang mempunyai kebenaran ilmiah. Tak heran jika hasilnya pun cenderung 99% sesuai dengan hasil real count yang selama ini diselenggarakan oleh KPU maupun KPUD.
Saya hanya berharap tidak satu pihak pun yang mengklaim sebagai kebenaran absolut. Sebab, kewenangan mengumumkan hasil final, menurut Undang-undang maupun secara politik hanya ada di tangan KPU.
Akan semakin menarik jika masing-masing pihak mau membuka data surveinya secara transparan. Bagaimana metodologi, berapa samplingnya dan sebagainya, dan kemudian dinilai oleh para ahli statistik.
Sepanjang tidak ada pengerahan massa yang memaksakan klaim masing-masing, beda survei itu sah-sah saja. Apalagi sampai terjadi polarisasi yang tajam, yang saling head to head melalui aksi-aksi politik di akar rumput, saya kira berbahaya. Dapat memicu pergesekan sosial yang memantik konflik sosial.
Tapi jika yang muncul adalah “perang data” dan diiringi dengan “perang kata-kata” yang rasional dan demokratis belaka, silakan sajalah. Anggaplah itu sebagai bagian dari pendidikan dan pencerdasan politik masyarakat.
Namun ketika kelak KPU mengumumkan rekapitulasi perhitungan suara Pilpres secara final pada 22 Mei 2019, maka semua pihak harus menghormati. Jika peluit panjang telah ditiupkan oleh KPU, maka perdebatan pun berakhir.
Toh, bagi pihak-pihak yang merasa tidak puas, dan mempunyai data telah terjadi sesuatu. yang salah dalam rekapitulasi KPU, masih ada kesempatan untuk menggugat melalui Mahkamah Konstitusi.