Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menanggapi sejumlah isu yang berkembang saat ini. Salah satunya, terkait 'kejanggalan' laporan keuangan 2018 PT Garunda Indonesia (Persero) Tbk.
Atas ramainya pemberitaan itu, pria yang akrab dipanggil Bamsoet ini meminta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memanggil Garuda Indonesia. Tujuannya untuk memberi klarifikasi dan penjelasan atas laporan keuangan tersebut. Apalagi, perusahaan berstatus perusahaan publik alias terbuka.
"Mendorong pemerintah melalui Kementerian BUMN untuk memanggil PT Garuda Indonesia guna memberikan klarifikasi dan penjelasan terhadap laporan keuangan yang disampaikan oleh PT Garuda Indonesia sesuai dengan prinsip akuntabilitas, mengingat Garuda Indonesia merupakan perusahaan publik yang harus mengedepankan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)," kata Bamsoet dalam keterangan tertulis, Jumat (26/4/2019).
Kemudian, Bamsoet juga meminta perseroan melakukan perbaikan kinerja. Sebab, persaingan bisnis semakin ketat.
"Mendorong PT Garuda Indonesia untuk meningkatkan kinerja dan memperbaiki sistem yang ada di tengah persaingan yang ketat, agar PT Garuda Indonesia tidak mengalami kerugian dalam menjalani usahanya," ujarnya.
Untuk diketahui, pada tahun 2018 Garuda Indonesia mengantongi laba bersih US$ 809,85 ribu atau setara Rp 11,33 miliar (kurs Rp 14.000). Padahal di kuartal III-2018 Garuda Indonesia masih mengalami kerugian sebesar US$ 114,08 juta atau atau Rp 1,66 triliun jika dikalikan kurs saat itu sekitar Rp 14.600. Ada dua komisaris yang enggan menandatangani laporan keuangan 2018 milik Garuda Indonesia.
Kedua komisaris itu merasa keberatan dengan pengakuan pendapatan atas transaksi Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia. Pengakuan itu dianggap tidak sesuai dengan kaidah pernyataan standar akutansi keuangan (PSAK) nomor 23.
Sebab manajemen Garuda Indonesia mengakui pendapatan dari Mahata sebesar US$ 239.940.000, yang di antaranya sebesar US$ 28.000.000 merupakan bagian dari bagi hasil yang didapat dari Sriwijaya Air. Jumlah nominal tersebut masih dalam bentuk piutang, namun diakui perusahaan masuk dalam pendapatan.(dtf)