Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pemerintah Indonesia berencana memberlakukan Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat, terhitung 1 Mei 2019.
Salah satunya adalah memberlakukan pemberlakuan ketentuan tarif batas atas dan batas bawah untuk ojek onlne atau ojek daring. Dengan ketentuan itu, akan terjadi kenaikan tarif ojek online sekitar 41% menjadi Rp 3.100 per kilometer dari sebelumnya Rp 2.200 per kilometer.
Rencana kenaikan itu pun mulai direspons publik. Pengamat Milenial dan Ekonomi Sumatra Utara, Gunawan Benyamin, mengatakan penerapan tarif baru ojek online atau yang lebih dikenal dengan sebutan ojol, diperkirakan bisa menjadi ancaman terhadap keberlangsungan bisnis ojek online tersebut di Tanah Air.
Kenaikan tarif bisa berdampak kepada penurunan minat pengguna ojek online. Selain konsumen yang dirugikan, juga akan signifikan juga dampaknya kepada driver yang jumlahnya jutaan itu. Hal itu dikatakan Gunawan Benyamin di Medan, Senin (29/4/2019).
Pemberlakuan tarif, yang mengikuti kebijakan pemerintah tentang pemberlakuan tarif ojek online dalam Peraturan Menteri Nomor 12 itu, juga bisa menurunkan pendapatan para driver ojek online karena bakal tergerusnya permintaan karena harga kian mahal.
Menurut Gunawan, kondisi itu harus menjadi perhatian khusus, karena langkah yang diambil pada akhirnya tidak menguntungkan semua pihak. Padahal, dalam membangun ekosistem ekonomi, membangun permintaan dan penyediaan layanan itu harus saling membangun, agar iklim industri dan ekonominya berjalan baik.
Dia berharap, pemerintah memberikan kesempatan kepada para pihak yang terlibat dalam bisnis penyediaan aplikasi transportasi online menyesuaikan bisnis mereka. Apalagi model bisnis ojek online yang masih relatif baru dan butuh berbagai penyesuaian.
“Nah, ini yang perlu dipikirkan. Kalau ada batas atas dan batas bawah ini, kita berharap, dua pengelola aplikasi ojek online ini bisa melakukan penyesuaian harga yang nilainya itu nyaman buat driver, nyaman buat konsumennya,” jelas Gunawan.
Dari sisi model bisnis, dia menilai, perusahaan penyedia aplikasi transportasi online itu belum terlalu kuat karena baru beroperasi di Indonesia. Dengan melihat kondisi tersebut, lanjutnya, sangat wajar perusahaan tersebut melakukan berbagai penyesuaian.
Pemberlakuan tarif baru tersebut menurut data Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) akan menurunkan permintaan konsumen hingga mencapai 71,12%. Konsumen, menurut data riset RISED, hanya bersedia membayar kenaikan biaya di bawah Rp 5.000 per hari. Sementara dengan kenaikan tarif menjadi Rp 3.100 per kilometer, kenaikan biaya konsumen per hari menjadi Rp 7.920.
Menurut riset tersebut, 7 dari 10 konsumen akan menolak kenaikan tarif Rp 3.100 per kilometer tersebut. Kondisi itu akan kembali memicu utilitas konsumen terhadap kendaraan pribadi yang masih tinggi, akan bertambah tinggi lagi, akibat pengguna ojek online akan kembali menggunakan kendaraan pribadi milik mereka.