Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Seleksi calon anggota direksi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Sumatra Utara, salah satunya untuk direksi PDAM Tirtanadi, telah dilakukan sejak Maret 2019. Prosesnya saat ini menunggu hasil psikotes dan wawaancara yang digelar 24-26 April 2019.
Adapun 4 direksi Tirtanadi periode 2015-2019, yakni Direktur Utama, Sutedi Raharjo, Direktur Air Minum, Delviyandri, Direktur Air Limbah, Heri Batangari, dan Direktur Administrasi dan Keuangan, Arif Haryadian, kembali bertarung merebut kursi direksi. Mereka lolos tahap demi tahap seleksi. Terakhir, mereka mengikuti ujian psikotes dan wawancara.
Setidaknya capaian kinerja mereka selama menjabat empat tahun, bisa menjadi rujukan bagi panitia seleksi untuk menentukan layak tidaknya mereka kembali menduduki kursi empuk itu.
Pertama dari sisi kinerja keuangan, dimana baru pada masa kepemimpinan mereka berempatlah Tirtanadi menyetorkan Rp 10 miliar untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumut. Itu disetor pada akhir tahun 2018.
Meski belum dirilis ke publik jumlah laba bersih Tirtanadi tahun kinerja 2018, namun PAD Rp 10 miliar itu disisihkan atas laba yang dicatatkan perseroan, yang mayoritas bersumber dari keuntungan penjualan air, termasuk sebagian kecil karena kebijakan efisiensi pengeluaran.
Kedua dari sisi produksi air minum, mereka sebenarnya belumlah sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan air minum di wilayah pelayanannya. Namun setidaknya sudah terjadi peningkatan produksi seiring dengan pembangunan dan peningkatan infrastruktur pengilahan air.
Hingga tahun 2018, produksi air minum tercatat sebesar 6.600 liter per detik (l/d). Jumlah produksi itu bertambah sekitar 1.600 l/d dari tahun 2015, tahun dimana mereka pertama kali menjabat. Pada masa itu, produksi air hanya sekitar 5.000 l/d.
Namun sebagai gambaran, produksi 6.600 l/d itu belum cukup untuk meng-cover kebutuhan seluruh masyarakat di wilayah pelayanan, mulai dari Medan, sebagian Deli Serdang, Berastagi, Tobasa, Samosir, dan Tapsel. Idealnya produksi air minum untuk memenuhi kebutuhan air 2 juta warga Medan saja, harus ada sebesar 8.000 l/d hingga 9.000 l/d.
Pertambahan produksi air hingga menjadi 6.600 l/d hingga akhir 2018 itu, antara lain didapatkan dari pembangunan IPA Mini Sunggal 700 l/d dan lPA Mini Martubung 200 l/d, rehabilitasi beberapa unit produksi IPA Mini seperti filter Sunggal, Limau Manis dan Hamparan Perak.
Untuk meningkatkan kapasitas produksi air, direksi telah ditetapkan sejumlah rencana penyediaan air minum, diantaranya pembangunan extention IPA Tirta Lyonnaise dengan kapasitas produksi 400 l/d (dalam masa konstruksi).
Kemudian pembangunan IPA Denai 240 l/d (dalam masa penandatangan kontrak), pembangunan optimalisasi uprating IPA Sunggal 400 l/d (dalam masa pelelangan), pembangunan IPA Pancur Batu 40 l/d (dalam proses pelelangan) dan pembangunan optimalisasi uprating IPA Delitua 300 l/d.
Sehingga nantinya ada pertambahan produksi sebesar 1.380 l/d, dimana saat ini masih ada kekurangan produksi 1.240 l/d yang saat ini sedang dalam tahap perencanaan, disamping persiapan mengganti kap sumur bor dan IPA Mini 430 l/d yang semakin hari semakin menurun.
Di sisi lain, pada kepemimpinan direksi periode lalu tersebut, dilakukan pembangunan jaringan air limbah rumah tangga 2016-2017 di Kota Medan (yang akan dilanjutkan tahun 2019) dan fasilitas instalasi pengolahan limbah di Cemara Medan 2018.
Memang anggaran pembangunannya bersumber dari Kementerian PUPR dan dalam proses pengerjaannya melibatkan partisipasi banyak pihak. Namun setidaknya fasilitas itu ada pada masa periode mereka.
Selain itu, mereka juga telah berhasil mencatatkan pembayaran rekening air melalui sistem online dan juga SMS Gateway, sebagai fasilitas informasi dan layanan menyampaikan informasi dan keluhan pelanggan.
Satu hal yang menjadi catatan penting adalah bahwa selama masa periode kepemimpinan, tak satu pun dari mereka yang tersangkut kasus hukum. Namun selama kepemimpinan mereka, masih banyak terjadi masalah pelayanan air minum pelanggan. Keluhan masyarakat akan "buruknya" pelayanan air, masih terjadi di sana-sini.
Hal itu tidak terlepas dari belum sepenuhnya terdongkrak kapasitas produksi air yang memadai. Di sisi lain, kepemimpinan mereka juga belum sepenuhnya mampu mendongkrak produktivitas kerja para karyawan. Di unit-unit yang ada, jumlah karyawan (termasuk tenaga kontrak) masih ada yang berlebih.
Hal itu membuat beban kerja yang tidak selaras (tidak efektif) dengan tujuan perusahaan. Singkatnya, capaian kinerja yang dicatatkan keempat direksi tersebut, belumlah cukup.
Sementara tantangan dalam pemenuhan air minum ke depan semakin kompleks, antara lain semakin sulitnya ketersediaan sumber bahan baku air seiring dengan meningkatnya permintaan air minum setiap tahun.
Sementara sebagaimana diketahui, suatu PDAM yang andal adalah yang mampu memenuhi kebutuhan air kepada minimal 80% masyarakat dari jumlah seluruh penduduk di wilayah pelayanannya.
Tantangan lainnya adalah besarnya biaya investasi. Direksi ke depan harus mencari pembiayaan membangun ataupun uprating instalasi pengolahan untuk meningkatkan produksi air. Tirtanadi sendiri membutuhkan sedikitnya investasi sekitar Rp 160 miliar-Rp 200 miliar per tahun.
Nah, akhir dari proses seleksi yang dilakukan Pansel adalah menentukan 4 orang direksi Tirtanadi periode 2019-2023 dari 15 kontestan tersisa yang bertarung saat ini. Semoga yang dipilih Pansel nantinya adalah sosok-sosok yang mampu melakukan inovasi untuk memenuhi kebutuhan air minum bagi seluruh masyarakat di wilayah pelayanan Tirtanadi.