Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) diganjar opini (penilaian) Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Sumut Tahun Anggaran 2018. Itu artinya Pemprov Sumut meraih opini WTP 5 kali berturut, yakni pada 2014, 2015, 2016, 2017 dan 2018. Pencapaian itu patut diapresiasi. Prestasi ini tergolong langka karena minim Pemprov di Indonesia yang mampu meraihnya.
Pada Selasa (7/5/2019), BPK Perwakilan Sumut menyerahkan LHP LKPD Sumut 2018 itu dalam Sidang Paripurna Istimewa DPRD Sumut. Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, dan para bawahannya sumringah dengan raihan WTP itu.
Nah pertanyaannya, apakah pengelolaan keuangan yang disimpulkan dalam WTP itu sudah memberi manfaat nyata bagi masyarakat?
Pengamat anggaran, Elfenda Ananda, mengatakan, laporan keuangan tidak selalu berhubungan dengan sejauh mana manfaat uang yang dibelanjakan tersebut dirasakan masyarakat.
"Misalnya, apakah WTP berkorelasi dengan angka kemiskinan. Angka kesejahteraan masyarakat misalnya indeks pembangunan manusia di Sumut dan sebagainya," ujar Elfenda di Medan, Kamis (9/5/2019).
Kalau sudah bermanfaat, apakah memang APBD penyebabnya. "Kita tahu bahwa banyak daerah yang dapat WTP tapi kepala daerah tersandung kasus korupsi. Jadi, masyarakat Sumut khususnya Pemprovsu jangan terlalu berbangga diri," sebut Elfenda.
Dikatakan, masyarakat menunggu manfaat atas WTP tersebut dalam konteks tingkat kesejahteraan masyarakat Sumut. "Jangan sampai tahun 2018 yang katanya sebagian besar bayar hutang ke Pemko dan Pemkab terus dapat WTP," ujarnya.
Seharusnya, Pemprov Sumut melakukan penguatan dari sisi manfaat belanja daerah yang bisa dirasakan masyarakat. Selain itu, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembahasan anggaran agar masyarakat tahu apa yang direncankan Pemprov Sumut selama satu tahun.
"Dan selain itu, perlu melakukan langkah efesiensi terhadap belanja yang dianggap belum terlalu penting. Mengutamakan belanja yang dibutuhkan masyarakat ketimbang perjalanan dinas dan sebagainya," ujarnya.
Fitria dari Divisi Transparansi Anggaran Forum Jasa Konstruksi Sumatera Utara (Forjasi) menyampaikan apresiasi atas WTP berturut tersebut. Senada dengan Elefenda, harus dilihat sudah sejauh mana manfaat APBD sejak 2014-2018 bagi masyarakat.
Dia menyebutkan fakta antara lain mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut bahwa pertumbuhan ekonomi Sumut pada triwulan I tahun 2019 sebesar 5,30%, antara lain malah tercipta dari Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PKRT) yaitu 2,14% dan Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 1,86% dan komponen lainnya 1,30%.
Kemudian jumlah pengangguran di Sumut justru meningkat menjadi 414.000 orang atau naik 11.000 orang dibandingkan Februari 2018 sebanyak 403.000 orang. "Belum lagi penyerapan anggaran yang umumnya tancap gas di akhir anggaran. Nah ini kan sebenarnya hubungannya ke manfaat pengelolaan keuangan itu, ya harus berkualitas sebenarnya," sebut Fitria.
Sebelumnya, Gubernur Edy menyadari bahwa masih banyak terdapat permasalahan yang ditemukan dalam pengelolaan keuangan daerah di Pemprov Sumut. Karena itu catatan tersebut akan menjadi agenda prioritas yang harus diperbaiki secara bersama, baik ditingkat eksekutif maupun legislatif.
Anggota V BPK RI, Isma Yatun, mengatakan bahwa kendali kualitas yang ada, dapat melihat bagaimana laporan keuangan bisa dinialai wajar. Karenanya, disampaikan bahwa tidak ada permasalahan dalam hal seperti aset, belanja dan dalam pengelolaan kas. Sehingga semua berdasarkan dengan kriteria yang ditetapkan oleh standar pemeriksaan keuangan negara.
"Kalaupun misalnya ada, seperti belanja perjalanan dinas, kelebihan dalam hal pembayaran proyek atau belanja modal. Tetapi karena nilainya tidak mempengaruhi atau dalam batasan tertentu, jadi tidak masalah," sebutnya.