Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Jumlah para petugas penyelenggara Pemilu 2019 yang meninggal masih saja terus bertambah. Bahkan, sampai saat ini, angka kematiannya telah mencapai lebih dari 500 orang, baik yang berasal dari petugas KPU, Bawaslu maupun juga dari personel Polri.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Medan, dr Wijaya Juwarna, Sp-THT-KL yang dimintai tanggapannya menilai, bahwa kematian para petugas ini telah menimbulkan tanda tanya di masyarakat, apakah wajar atau tidak. Ditambah lagi, ada beberapa praktisi kesehatan menyebutkan, jika kelelahan bukan penyebab kematian para petugas Pemilu tersebut.
"Wajar ataupun tidak wajar, ketika muncul keresahan di masyarakat, sebaiknya pemerintah bisa memikirkan langkah strategis untuk mengurangi keresahan tersebut," ungkapnya kepada wartawan, Minggu (12/5/2019).
Menurutnya, langkah strategis yang dimaksud adalah dengan melakukan otopsi terhadap para petugas Pemilu yang meninggal itu sesuai prosedur yang berlaku. Karena jelas dia, intinya dalam dunia kedokteran otopsi bisa dilakukan melalui prosedur legal dalam rangka mencari penyebab kematian.
"Jika ada permintaan otopsi sesuai prosedurnya, maka tim dokter forensik wajib melaksanakan tugasnya sesuai aturan hukum dan sumpah kedokteran," tegasnya.
Lebih lanjut Wijaya menjelaskan, otopsi dibagi tiga kelompok, yakni otopsi anatomi, otopsi klinik dan otopsi forensik/medikolegal. Otopsi anatomi dilakukan untuk keperluan penyidikan mahasiswa kedokteran, dengan bahan mayat yang dikirim ke RS yang telah disimpan 2 x 24 jam atau lebih di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman dan tidak ada ahli waris yang mengakuinya.
Sedangkan Otopsi klinik, lanjutnya, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi akibat suatu penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti. Otopsi klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris atau ahli waris sendiri yang memintanya.
"Sementara otopsi forensik/medikolegal, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat sesuatu sebab yang tidak wajar. Otopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik, sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara," jelasnya.
Berdasarkan hal tersebut, tutur Wijaya, jika kaitannya dengan proses hukum, tentunya hal ini kewenangan pemerintah melalui lembaga kepolisian bagian penyidikan.
"Jika IDI diminta pemerintah tentunya IDI harus siap membentuk Tim khusus tanpa dipengaruhi pihak manapun sesuai sumpah kedokteran. Tapi setahu saya belum ada permintaan itu. Namun diawal minggu depan PB IDI akan melakukan diskusi tentang hal ini karena sudah menyangkut hajat hidup orang banyak," pungkasnya.
Sebelumnya, Dosen Fakultas Kedokteran UISU Dr dr Umar Zein, KPTI, DTM&H, SpPD menegaskan, perlu penelitian atas kematian petugas penyelenggara pemungutan suara (PPS) yang jumlahnya mencapai ratusan tersebut. Umar Zein juga membantah, kalau kematian para petugas Pemilu itu ialah karena diakibatkan oleh kelelahan.
"Apa penyebab kematian ratusan petugas Pemilu Indonesia tahun 2019? Perlu penelitian. Yang pasti, bukan kelelahan," tegasnya.