Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Lagoboti. Pikiran-pikiran menarik tentang budaya Batak muncul dalam paparan spontan Rita Tambunan, seorang antropolog dari Universitas Sumatra Utara (USU) saat menjadi pembicara hari kedua Focus Grup Discussion (FGD) yang digelar Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah Sumatra, di Hotel Sere Nauli, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Tobasa, Sumatra Utara, Kamis (16/5/2019).
Rita yang spesifik membahas soal budaya Batak mengatakan beberapa hal unik dalam budaya Batak yang membuat peserta FGD tergelitik.
"Orang Batak itu unik. Bayangkan, belum mati saja, nama anak saya bisa ada di kuburan," kata Rita yang disambut gelak tawa peserta FGD.
Hal itu, jelas Rita, karena orang Batak itu patrineal. Keturunan dari anak laki-laki membawa nama opung atau bapaknya. Karenanya, tambah Rita, posisi perempuan dalam budaya Batak seperti alat reproduksi. Kalau tidak bisa melahirkan anak laki-laki, bisa bahaya. Namun begitupun, orang Batak cenderung lebih menyayangi anak perempuannya.
"Kalau sudah anak perempuannya yang minta tanah sama bapaknya, biasanya langsung dikasih. Padahal setelah dikasih, tanah itu jadi milik marga suaminya. Itu juga yang membuat sekarang ini nama huta (kampung) tidak bisa lagi diidentifikasi menjadi nama marga asal, karena juga ada marga pendatang," ujarnya.
Terkait tanah adat, budaya Batak sebenarnya sudah punya aturan. Meskipun dalam sebuah huta (kampung) pemilik tanah kalaupun terlanjur didominasi marga pendatang (khususnya pihak boru) mestinya tetap saja mereka tidak bisa merajai karena terikat dengan konsep dalihan natolu, dimana keluarga pemberi istri berada dalam posisi hula-hula.