Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Data statistik utang luar negeri Indonesia (SULNI) menunjukkan utang luar negeri (ULN) swasta tercatat US$ 197,1 miliar atau setara dengan Rp 2.818,5 triliun (kurs Rp 14.300) tumbuh 12,8% dibandingkan kuartal sebelumnya.
Menanggapi hal tersebut Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan kenaikan ULN swasta juga hal yang perlu dicermati. Hal ini terjadi karena meningkatnya kebutuhan untuk refinancing atau pembayaran utang jatuh tempo dan bunga khususnya pada badan usaha milik negara (BUMN).
"Sementara risiko fluktuasi kurs masih tinggi dan tertahannya bunga acuan Fed Rate membuat cost of borrowing (biaya pinjaman) makin mahal," ujar Bhima saat dihubungi, Sabtu (18/5/2019).
Dia menjelaskan, untuk mengantisipasi kemungkinan buruk akibat utang. Swasta diminta untuk mengurangi ketergantungan pada pembiayaan luar negeri. Pihak swasta harus melakukan hedging atau lindung nilai secara berkala.
Selain itu diversifikasi sumber pembiayaan yang rendah risiko dan mendorong kinerja sektor yang berorientasi pada penerimaan ekspor. "Kondisi keuangan swasta juga perlu dijaga, jangan terlalu agresif ekspansi dengan tambah utang, ini karena kondisi makro belum stabil. Ada potensi default jika swasta tidak hati-hati," jelas dia.
Dari data SULNI utang luar negeri yang ditarik oleh pihak swasta berdasarkan kategori lembaga keuangan bank antara lain, perjanjian pinjaman, surat utang (obligasi, bankers acceptance dan surat berharga lain), kemudian utang lainnya, surat berharga domestik serta kas dan simpanan.
Sementara untuk lembaga keuangan bukan bank terdiri dari perjanjian pinjaman (special purpose vehicle, obligasi dan bukan SPV). Kemudian surat utang terdiri dari obligasi, commercial paper, floating rate notes, medium term notes, promissory notes, subordinated notes, dan surat berharga lainnya. Kemudian ada pula jenis utang dagang, utang lainnya hingga surat berharga domestik.(dtf)