Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Belawan. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Sumatera Utara (Kadin Sumut), Khairul Mahalli, mengatakan, kesemrawutan logistik saat ini disebabkan pemerintah tidak diberikan feeding yang tepat. Sementara pihak asing mendapatkan kesempatan yang se-bebas-bebasnya, sehingga menekan pemain logistik lokal.
Misalnya, kata Khairul kepada medanbisnisdaily.com, Kamis (23/5/2019), kebijakan pemerintah tentang 61 persen Ocean Going LCL Container itu hanya bisa sampai di dry port swasta insentif pemerintah. Selebihnya atau last mile logistics-nya ke consignee dilakukan transporter lain atau kereta barang atau pemain logistik lokal, sehingga jalan dari/ke hiterland kawasan industri tidak padat.
Comprehensive kajian Inco-term global shipping business itu, lanjut Khairul yang juga Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), adalah tugas utama bagi mereka yang tergabung di asosiasi untuk memberi feeding kepada instansi pemerintah terkait, bagaimana kebijakan logistik kita ini dirancang. “Ada ruang bagi pemain logistik lokal kita untuk terlibat, tetapi tetap menjaga total cost logistics secara kompetitif,” ujarnya.
Tahun ini, tambah Khairul, proyeksi pertumbuhan global container throughput hanya 2,5 persen. Angka itu jauh di bawah pertumbuhan di tahun 2017 yang tumbuh 6,7 persen dan tahun 2018 tumbuh 5,2 persen.
Menurut pria yang juga menjabat Sekjen Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki) tersebut, hal itu disebabkan antara lain karena eskalasi perang dagang antara China dengan Amerika Serikat. Beberapa kawasan juga mengalami penurunan. Pelabuhan di Timur Tengah (Dubai Port) mengalami penurunan volume throughput sekitar 10 persen. Begitu juga Afrika mengalami penurunan sekitar 4-5 persen dan Oceania sekitar 1 persen. Karenanya, tidak aneh kalau throughput Jakarta Port juga menurun di kuartal pertama. Sebab, Middle East, Africa dan Oceania adalah tujuan ekspor Indonesia. Akan tetapi, China Port dan Hong Kong masih mengalami kenaikan antara 4 sampai 7 persen,
Mata rantai logistik ke pelabuhanan itu melibatkan banyak pihak. Semakin panjang end-to-end mata rantai konektivitasnya, semakin rendah rasio cost per TEUs dan atau cost per CuBic Meter (CBM-nya). Dengan demikian, jelas Khairul, kalau harus disambungkan dengan end-to-end cost structure pemain lokal kita, maka harga yang ditawarkan pemain lokal terkondisi dan tidak lagi kompetitif.