Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Nasib PT Aquafarm Nusantara, perusahaan asing yang bergerak dalam bisnis budi daya ikan nila keramba jaring apung (KJA) di perairan Danau Toba, ditentukan pada 1 Agustus 2019.
"Soal Aquafarm kita lihat nanti 1 Agustus," kata Kadis Lingkungan Hidup Sumut, Binsar Situmorang, pada penjelasannya dalam sesi tanya jawab konfrensi pers Dinas LH Sumut di Pressroom Kantor Gubsu, Jalan Diponegoro Medan, Senin (27/5/2019).
Binsar Situmorang yang saat itu hadir lengkap bersama para kepala bidang, menjelaskan bahwa Gubernur Sumut (Gubsu), Edy Rahmayadi, memberikan batas waktu hingga 31 Juli 2019 bagi Aquafarm untuk melaksanakan rekomendasi Gubsu.
Rekomendasi itu selengkapnya tertuang lebih detail dalam sanksi administrasi berupa teguran tertulis yang telah dilayangkan Gubernur Sumut tertanggal 1 Februari 2019.
"Kita lihat sejauh mana keseriusan Aquafarm menindaklanjuti hal-hal apa yang telah kita minta kemarin diperbaiki. Apakah mereka memang mengindahkan atau tidak teguran kita, kita lihat per 1 Agustus nanti," ujar Binsar.
Jika Aquafarm tidak mengindahkan rekomendasi sebagaimana dalam sanksi teguran tertulis itu, maka sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), Aquafarm dijatuhi sanksi kedua, yakni pemaksaan menjalankan rekomendasi.
Sesuai UU 32 Tahun 2009 itu, mekanisme penjatuhan sanksi dilakukan 4 tahap, yakni sanksi administratif, yaitu teguran tertulis, pemaksaan, pembekuan izin lingkungan dan pencabutan izin lingkungan.
Sebelumnya, dalam sanksi teguran tertulis itu, Dinas Lingkungan Hidup Sumut berdasarkan hasil investigasinya yang diekspos Binsar Situmorang kepada wartawan, Minggu (3/2/2019), menyimpulkan Aquafarm terbukti melakukan pelanggaran dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.
Adapun pelanggarannya 3 hal. Pertama, dari sisi kapasitas produksi. Aquafarm ternyata memproduksi ikan di luar kapasitas yang diizinkan berdasarkan Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (DPPL).
"Harusnya izin kapasitas produksi 26.464.500 ekor atau 26.464,500 ton per tahun, namun kenyataannya 27.454.400 atau 27.454,400 ton per tahun. Dalam hal ini ada kelebihan 1.000.000 ekor atau 1.000 ton. Temuan ini berdasarkan Laporan Semester 1 Aquafarm ke Dinas LH Sumut," sebut Binsar ketika itu.
Pelanggaran kedua dari sisi daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba. Sesuai dengan diktum keempat keputusan Gubernur Sumut Nomor 660/4223/Tahun 2009 juga dinyatakan, apabila ternyata daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba tidak dapat lagi menerima dampak kegiatan KJA maka dokumen lingkungan PT Aquafarm harus ditinjau.
"Pada diktum ketiga Keputusan Gubernur Sumut Nomor: 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung Perairan Danau Toba terhadap Kegiatan KJA menyatakan bahwa daya dukung maksimum Danau Toba untuk budi daya perikanan adalah 10.000 ton ikan per tahun. Artinya sudah melampuai banyak kapasitas. Sampai saat ini Aquafarm belum merevisi dokumennya. Sementara diktum itu sudah sering disosialisasikan," katanya.
Pelanggaran lainnya ialah pada unit kegiatan pembenihan ikan, pengelolaan ikan, pabrik pakan ikan di Kabupaten Serdang Bedagai. Berdasarkan hasil pengawasan bersama antara UPT Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan serta Kehutanan KLHK dan DLH ditemukan Aquafarm juga tidak mengelola limbah cairnya di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
"Mereka langsung menyalurkannya ke badan air sehingga dapat diperkirakan limbah cair yang dibuang ke badan air belum memenuhi baku mutu lingkungan. Dan ini bertentangan dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tepatnya Pasal 20 Ayat 3," ucapnya.
Dalam teguran tertulis itu, Aquafarm diminta merevisi dan melaksanakan dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk masing-masing unit kegiatan di Serdang Bedagai dan kawasan Danau Toba.
"Kita minta mereka menyesuaikannya dengan kapasitas daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba selambat-lambatnya 180 hari kalender sejak diterimanya surat teguran," ucapnya.
Selanjutnya mereka juga diminta mengolah air limbah pada semua unit kegiatan di IPAL sampai memenuhi baku mutu yang dipersyarakatkan selambat-lambatnya 18 hari setelah teguran tersebut.
"Terakhir, mereka harus tetap melaksanakan seluruh komitmen pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku," katanya.