Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendorong pemerintah membentuk tim pencari fakta untuk mengungkap dalang kerusuhan 22 Mei 2019. KontraS menilai tim pencari fakta ini berguna untuk menemukan fakta tentang perencanaan kerusuhan 22 Mei.
"Untuk menemukan sejauh mana peristiwa ini terjadi secara terencana, sistematis dan meluas yang berdampak sangat signifikan, maka perlu adanya tim pencari fakta untuk menemukan aktor pelanggaran HAM yang berat, yang melibatkan aktor dari negara dan atau nonnegara," ujar Wakil Koordinator KontraS Bidang Strategi dan Mobilisasi, Feri Kusuma di kantor KontraS, Jl Kramat II, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2019).
Feri menuturkan pemerintah harus memastikan bahwa penanganan kasus kerusuhan 22 Mei harus akuntabel dan transparan. Menurutnya, prinsip akuntabel dan transparan perlu dikedepankan agar tak ada satupun warga negara yang dilanggar haknya.
"Pemerintah hari ini harus bisa memastikan bahwa proses pengungkapan dan penegakan hukumnya harus benar-benar akuntabel dan transparan. Bahwa tidak ada satupun warga negara dalam peristiwa ini haknya dilanggar," terang Feri.
KontraS menilai dalam penanganan kasus kerusuhan 22 Mei pihak kepolisian hanya memprioritaskan terhadap dugaan rencana pembunuhan 4 tokoh. KontraS menganggap penyelidikan terkait tewasnya 9 orang dan ratusan orang yang ditangkap sama pentingnya dengan dugaan rencana pembunuhan 4 tokoh.
"Polri sangat memprioritaskan penanganan kasus terhadap tersangka yang akan melakukan dugaan percobaan pembunuhan terhadap 4 pejabat publik. Di sisi lain, tewasnya 9 orang warga dalam kerusuhan, dan ratusan orang yang ditangkap sama pentingnya dengan penanganan kasus tersebut," ujar Staf Biro Penelitian, Pemantauan, dan Dokumentasi KontraS, Rivanlee Anandar.
Selain itu KontraS juga menyoroti temuan polisi yang menyatakan bahwa 9 orang yang tewas tersebut diduga perusuh. Namun, pihak keluarga korban justru tidak mengetahui jika anggota keluarganya yang tewas itu ada di lokasi kerusuhan.
"Polisi kemarin menyebutkan bahwa 9 orang tersebut terduga perusuh. Sementara itu belum bisa kami pastikan karena kami telah berbicara. Keluarga korban menyebutkan bahwa dia tidak tahu anaknya itu pergi ke sana. Dia hanya tau ada riuh ramainya situasi daerah dekat rumahnya, lalu dia penasaran tiba-tiba pulang tidak ada nyawa. Jadi belum bisa dipastikan apakah orang ini terlibat secara aktif ikut serta dalam aksi. Namun sayangnya kita tidak bisa memastikan lebih lanjut karena yang bersangkutan sudah tiada," papar Rivanlee.
Revanlee menilai kurang rincinya penjelasan dari pihak kepolisian terkait tewas 9 orang dalam kerusuhan 22 Mei dapat memunculkan asumsi negatif dari publik. Bahkan, berdasarkan pengaduan yang diterima KontraS, terduga pelaku kerusuhan yang ditahan mengaku tidak dapat akses untuk bertemu keluarga.
"Karena ketidakjelasan atau kurang detailnya polisi dalam menjelaskan duduk peristiwa yang terjadi akhirnya berpotensi muncul asumsi dari publik, siapa yang membunuh, entah itu akan menjadi asumsi liar atau meruncingkan polarisasi yang ada di masyarakat itu sendiri," kata dia.
"Selama beberapa hari ada beberapa informasi yang kami dapat bahwa orang yang ditahan entah di Polda dan Mabes Polri sendiri tidak mendapatkan akses untuk bertemu dengan keluarga, atau disulitkan aksesnya mendapatkan pendampingan hukam dan lain-lainnya," imbuhnya. dtc