Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Belawan. Ketua Himpunan Nelayan Tradisonal Indonefia (HNSI) Sumut, Zulfahri Siagian menilai pengutusan sebuah izin kapal yang dioperasikan nelayan, relatif rumit karena harus melengkapi sejumlah syarat dari dua instansi yang berbeda meski di antara penggunaan dokumen tersebut sama peruntukannya.
Hal itu dikemukakan Zulfahri Siagian kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (14/6/2019) terkait banyaknya dokumen yang harus dimiliki pemilik kapal ikan saat berlayar.
Zulfahri menyebutkan, pemilik kapal harus melengkapi berbagai dokumen antara lain gross akte, surat ukur, pas besar, sertifikat kelaiklautan dan pengawakan kapal perikanan, buku pelaut, sijil (diterbitkan Kementerian Perhubungan). Sedangkan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) menerbitkan Buku Kapal, SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan), SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan), SLO(Surat Laik Operasi, SPB (Surat Persetujuan Berlayar), SKAT(Surat Keterangan Aktivasi Transmiter).
Selain 12 dokumen tersebut, kata Zulfahri, kapal ikan masih diharuskan memiliki izin kesehatan dan izin radio. Sementara untuk nahkoda juga harus memiliki ANKPIN dan Kepala Kamar Mesin (KKM) memiliki ATKPIN.
Dari semua dokumen tersebut tentu saja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, sementara kapal ikan yang membawa hasil tangkapan memakai sistem bagi hasil, sehingga biaya yang dikeluarkan tersebut ikut ditanggung nelayan.
Karena itu, HNSI Sumut meminta aparat yang bertugas menerbitkan dokumen agar dapat lebih bijaksana dan tidak memberatkan dengan aturan-aturan yang tidak prinsifil, apalagi waktu penerbitan dokumen yang memakan waktu relatif lama. "Jangan sampai nelayan tidak berangkat melaut akibat dokumen yang belum selesai. Sedangkan nelayan yang berangkat ke laut mencari nafkah demi kehidupan keluarganya," ujar pria bertitel sarjana ekonomi dari perguruan tinggi di Kota Medan tersebut.
Zulfachri juga menilai ada dokumen yang fungsinya sama, namun diterbitkan dua instansi. Misalnya, buku kapal terbitan KKP dan gross akte yang diterbitkan kementerian perhubungan, keduanya adalah dokumen kepemilikan kapal. Begitu juga dengan sertifikat kelaiklautan dan pengawakan kapal perikanan (Kemenhub) dan surat laik operasi (dari KKP) sama-sama tentang keselamatan.
Zulfahti juga menyesalkan, pihak instansi Dari Departemen Perhubungan maupun KKP, jangan hanya mampu menerbitkan dokumen, tetapi ketika terjadi kecelakaan di laut yang dialami nelayan kedua instansi ini tidak melakukan bantuan keselamatan. tegas Zulfahri.
Selain itu, jika usaha perikanan sudah berjalan dengan baik, maka akan meningkatkan pendapatan nelayan dan menambah ekpor komoditi perikanan seperti harapan presiden Joko Widodo.