Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Tinggal menunggu waktu calon anggota legislatif DPRD Kabupaten Nias Selatan terpilih dari Partai Solidaritas Indonesia, Nurlim Loi ditetapkan menjadi wakil rakyat. Rekapitulasi suara Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum menempatkannya sebagai salah seorang bakal duduk di lembaga legislatif.
Sebagai pengusaha muda (pengelola hotel) yang belum lama terjun ke dunia politik, ternyata Nurlim cukup mengenal berbagai permasalahan di wilayah tempatnya berada. Dia tahu apa saja persoalan yang menyebabkan Nias Selatan yang sudah berdiri selama 13 tahun tidak kunjung bisa mengejar ketertinggalan dibanding wilayah lainnya di Sumatera Utara.
Kepada medanbisnisdaily.com Nurlim menjelaskan masalah-masalah pelik yang harus secepatnya diselesaikan di Nias Selatan, Jumat (14/6/2019). Berikut rinciannya.
Pertama, reformasi di birokrasi pemerintahan belum mampu menciptakan efektivitas fungsi dan peran OPD (dinas-dinas). Dalam hal ini para pejabat fungsional, seperti; kepala dinas, kepala bidang serta kepala seksi belum sepenuhnya paham fungsi dan perannya. Penyebabnya, pemerintah belum fokus menganggarkan upaya peningkatan kapasitas di jajarannya.
"Terlalu banyak perjalanan dinas yang tidak tepat sasaran selama ini," tutur Nurlim.
Kedua, terangnya, secara regulasi turn-over staf atau perpindahan staf di pemerintahan Nias Selatan sangat tinggi. Sementara kaderisasi dan sistem pengarsipan terbilang buruk. Jika satu orang ASN atau pejabat tertentu pindah, itu artinya sama dengan arsip yang hilang. Ketika posisi tersebut diisi penggantinya, bisa jadi diisi oleh yang kurang paham dibidangnya.
Untuk itu diperlukan sistematisasi kinerja, menjadikan segala sesuatu pekerjaan by system. Dimana terdapat alat ukur kwalitas pekerjaan. Seterusnya, jika ada yang pindah atau rotasi, sistem tetap berjalan. Terdapat panduan dan tidak ada arsip yang hilang.
Ketiga, tidak adanya regulasi guna menarik investor agar datang menanamkan modal dan berusaha. Nias Selatan Investasi hanya mengandalkan pariwisata, namun regulasinya tidak jelas dan tidak konsisten diterapkan. Hal ini disebabkan kapasitas para pejabat pemerintahan yang tidak mencukupi. Mereka kerap bingung mau berbuat apa. Yang ikut dalam studi banding pejabatnya yang itu-itu saja.
Keempat, investasi dalam bidang produk olahan pertanian (jagung, kelapa, pisang, hasil tangkapan di laut) agar bisa jadi inovasi untuk menarik investor dan turis masih nihil. Padahal dibutuhkan penciptaan kreasi oleh-oleh dan produk olahan khas Nias yang berdaya saing. Dalam hal ini perlu ada regulasi dari pemerintah yakni membuat aturan investasi yang pro rakyat. Sebagai regulator dinas terkait harus menjamin keamanan dan kenyamanan investor. Agar tidak ada praktik "tipu-tipu".
Kelima, masalah hukum. Hukum positif yang berlaku secara nasional di seluruh Indonesia menjadi lemah karena hukum adat menjadi prioritas dan yang utama diterapkan oleh masyarakat. Ini mengakibatkan sedikit sekali kasus dari kepolisian yang diteruskan ke kejaksaan dan dibawa ke persidangan. Sebagian besar selesai dengan damai melalui solusi adat. Hal ini mengurangi wibawa hukum nasional karena masyarakat jadi hanya takut pada adat. Tidak tertutup kemungkinan hukum adat disalahgunakan disebabkan adanya kepentingan tertentu. Sementara hukum negara tidak punya kuasa besar.
"Perlu ada penyadaran hukum untuk masyarakat. Nantinya percuma DPRD membuat peraturan tapi masyarakat tidak mengikuti, ikutin itu akibat hukum adat lebih tinggi," tegas Nurlim yang merupakan lulusan Universitas Tarumanegara di Jakarta.
Keenam, DPRD mengalami disfungsi. Tidak produktif dan kinerjanya buruk. Buktinta, tidak ada peraturan daerah yang dihasilkan. Berbeda jika dibandingkan dengan peraturan bupati yang cukup banyak diterbitkan. Selama ini peran DPRD tidak terasa, terlalu banyak diskusi dan perjalanan dinas yang tidak jelas entah buat apa.
Seharusnya DPRD melahirkan regulasi terkait investasi, pariwisata, perlindungan perempuan dan anak, moda transportasi umum dan fasilitas publik.
"Nias Selatan mempunyai banyak potensi wisata tapi orang susah mau datang. Moda transportasi susah, mahal dan sering ditipu. Tidak memiliki terminal, bandara, pelabuhan yang terkoordinasi baik, angkutan umum antar desa, angkutan umum antar kabupaten, angkutan komersial, semuanya belum diatur," jelasnya.
Ketujuh, gaya berpolitik di Nias Selatan masih barbarian. Ini berdampak pada fungsi pemerintahan yang bercorak dinasti dan kekerabatan. Mendukung bukan atas kemampuan dan pemetaan politik, melainkan bagi-bagi kue. "Ini yang bikin Nisel nggak maju-maju walau sudah 13 tahun mekar," kata Nurlim.