Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Yogyakarta - Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat akan menggelar Upacara Tingkeban/Mitoni (Upacara usia kehamilan 7 bulan) besok Selasa, (18/6/2019). Upacara itu untuk mengungkapkan rasa syukur dan doa akan usia kehamilan GKR Hayu yang memasuki bulan ketujuh.
Selain bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur, upacara adat itu sekaligus untuk melestarikan tradisi dan budaya Jawa di lingkungan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Suami Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro mengatakan upacara tradisi Tingkeban adalah tradisi turun-temurun di lingkup Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Menurutnya, upacara tersebut memiliki makna khusus sebagai salah satu bagian dari proses daur hidup manusia.
"Sesuai adat dan tradisi (di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat saat anggota keluarga hamil dan memasuki usia kehamilan 7 bulan) kami lakukan upacara adat Mitoni," ujarnya saat jumpa pers di Sekretariat nDalem Kilen, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kecamatan Keraton, Kota Yogyakarta, Minggu (16/6/2019).
"Mitoni (Upacara Tingkeban) ini sebagai bentuk rasa syukur saya dan istri kepada Tuhan karena (istri saya) sudah mengandung 7 bulan anak pertama," imbuh KPH Notonegoro.
Lanjutnya, pelaksanaan Upacara Tingkeban yang digelar besok Selasa akan berlangsung dari jam 10 pagi hingga jam 12 siang, dan bertempat di Pendapa nDalem Kilen Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Selain itu, tata cara upacara tersebut dikemas sesuai dengan pranatan yang berlaku di Keraton, serta nantinya akan didokumentasikan dengan baik.
"Maksud didokumentasikan agar (Upacara Tingkeban) dapat menjadi sarana edukasi ke masyarakat mengenai upacara adat (di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat). Selain itu agar masyarakat umum jadi lebih tahu (mengenai adat dan tradisi Jawa)," ujarnya.
Sementara itu, GKR Hayu menambahkan, bahwa Upacara Tingkeban besok Selasa akan dihadiri oleh keluarga besar dari kedua belah pihak. Selain itu, ia menyebut kemungkinan akan dihadiri pula oleh relasi dan jajaran Forkompinda DIY.
Baca juga: Meriahnya Rayahan Gunungan Gerebeg Sawal Keraton Yogyakarta
Adapun upacara tersebut terdiri dari serangkaian prosesi yang terdiri dari 20 tahapan. Seperti Miyos Dalem, Doa, Ngabekten, Santun, Sileman Cangkir, Ngrantun Toya Siraman, Nata Lemek Lenggah, Siraman, Muloni, Mecah Pamor, Gantos Busono Kering, Pantes-pantes, Nigas Janur, Brojolan, Boyong Cengkir, Lenggah Patarangan, Boyong Petarangan, Dhahar Rogoh, Andrawina dan Paripurna.
"Ada beberapa step (tahapan) yang mungkin dihilangkan saat acara besok Selasa, seperti tahapan jualan dawet di dalam Kraton tidak ada," kata GKR Hayu.
Sedangkan saat upacara pantes-pantes, nantinya akan ada 7 kain yang dikenakan GKR Hayu. Ketujuh kain tersebut antara lain Grompol, Sido Asih, Semen Rama, Sidomukti, Sido Luhur, Kasatriyan dan Lurik Asem. Ketujuh kain itu mempunyai makna yang bagus.
"Semua motif kain yang dipilih mempunyai maksud agar anak yang dilahirkan kelak mempunyai tabiat dan kedudukan yang baik. Yang menarik, kain lurik walaupun terlihat tidak mewah tapi dianggap paling pantas dikenakan dengan maksud agar anak yang dilahirkan tidak lupa asal usul dan selalu bersikap sederhana," ujarnya. dtc