Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kebijakan pengambilan sidik jari (fingerprint) peserta BPJS Kesehatan per 1 Mei 2019 menjadi kontroversi. Terkait hal ini Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mengingatkan keluhan yang dihadapi masyarakat.
"Saya terima foto dan informasi antrean yang tambah panjang. Karena dengan kebijakan ini, fingerprint diperlukan tapi penerbitan Surat Eligibitas Peserta (SEP) secara manual juga masih diterapkan. Kita tidak keberatan dengan aturan ini tapi sebaiknya dibicarakan dulu," kata Anjari dari Tim Kompartemen Humas PERSI Pusat, Rabu (19/6/2019).
Kebijakan fingerprint mengharuskan rumah sakit memenuhi sendiri sarana yang diperlukan. Dengan kemampuan yang berbeda, sarana yang ada di tiap rumah sakit mungkin belum sesuai keperluan BPJS Kesehatan. Aturan fingerprint juga tidak masuk dalam perjanjian kerja sama antara BPJS Kesehatan dan rumah sakit.
Menurut Anjari, pihaknya sudah 2 kali mengirim surat terkait penerapan kebijakan fingerprint. BPJS Kesehatan dan rumah sakit selanjutnya akan melakukan pertemuan untuk membicarakan penerapan aturan ini. Pertemuan diharapkan bisa meluruskan pemahaman dan menemukan kesepakatan terkait mekanisme penerapan kebijakan fingerprint.
"Semua kebijakan BPJS Kesehatan sudah seharusnya demi pasien, yang tentunya menjadi perhatian PERSI. Karena itu, kebijakan seharusnya dibicarakan dulu sebelum diterapkan. Apalagi kebijakan ini sebetulnya menjadi bagian dari strategi nasional," kata Anjari.
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan wajar jika ada keluhan di tiap perubahan. Hal ini tidak berlangsung lama jika seluruh sidik jari sudah terekam. Proses validasi peserta malah bisa berlangsung lebih cepat.
"Memang setiap transisi di awal pasti terasa kok sedikit lebih antre. Hal yang wajar di tiap proses perubahan. Makanya perlu ada upaya supaya antrean tidak terlalu lama," ujar Iqbal.
Mulai 1 Mei 2019, BPJS Kesehatan mewajibkan pasien untuk rekam sidik jari atau fingerprint di 4 poli layanan. Keempatnya adalah hemodialisis, mata, jantung, dan rehabilitasi medis. Kebijakan ini antara lain untuk menekan risiko penyalahgunaan.(dth)