Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Amnesty International Indonesia menyatakan ada dugaan penyiksaan oleh aparat kepolisian pada kerusuhan 21-23 Mei. Dugaan penyiksaan terhadap mereka yang sudah ditangkap dan tidak melakukan perlawanan di Jalan Kampung Bali dan sekitaran Bawaslu.
"Kita mengindentifikasi ada 5 orang, paling sedikit 4 orang, jadi ada 4 korban lainnya di Kampung Bali pada saat bersamaan. Ini kejadian di situ sekitar pukul 5.30 WIB (23 Mei) ada personel Brimob yang memaksa masuk (area parkiran) dibukain pintu oleh petugas smart service parking," ujar Peneliti Utama Amnesty Internasional Indonesia, Papang Hidayat saat jumpa pers di gedung HDI Hive, Jalan Probolinggo, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).
Di situ, lanjutnya, polisi menemukan beberapa orang yang sedang tidur di sebuah bangunan seperti rumah. Polisi langsung menangkap mereka.
"Kemudian polisi mendapatkan satu rumah yang sudah rusak, di situ ada orang yang sedang tidur di dalamnya, biasa nongkrong di situ diambil," ujuarnya.
"Memang ada penuturan dari para saksi ada banyak orang itu melakukan pelemparan batu dari dalam dalam parking itu. Tapi ternyata seperti yang kita sebutkan di sini, aparat kepolisian brimob itu tidak bisa memilah mana orang yang melakukan kekerasan dan mana yang tidak," lanjutnya.
Papang menjelaskan bagaimana penyiksaan dilakukan oleh para aparat kepolisian. Menurut Papang, polisi melakukan pemukulan kepada orang sudah ditangkap.
"Nah selama penangkapan ini belum jelas harusnya orang tidak boleh dilakukan kekerasan karena sudah tidak melawan. Nah ini model yang lima orang ini kita jelaskan adalah masuk kemudian mereka diambil disuruh jongkok sambil jalan kemudian ada yang mukulin di bagian tubuh dan kepala," ujarnya.
Selain di Kampung Bali, Papang juga menjelaskan perlakukan aparat kepolisian di sekitaran Bawaslu. Temuan Amnesty ini berdasarkan video yang viral di media sosial dan kiriman video yang masuk ke surat elektronik Amnesty.
"Nah ini yang masih di lokasi dekat Kampung Bali. Ini video yang banyak kita temui, kawan-kawan juga banyak menemukan video viral modelnya serupa orang sudah diamankan sudah ditangkap sudah diringkus tapi tidak melakukan kekerasan. Nah itu kemudian dipukul atau ditendang," ucapnya.
"Itu ada yang bilang 'sudah-sudah'. Juga dapat satu video yang sudah diverifikasi yang sudah kita tampilkan di sini itu latar belakangnya Kedutaan Spanyol di perempatan (Jalan) Wahud Hasyim dengan (Jalan) Agus Salim," sambungnya.
Video tersebut menurut Papang sudah diverifikasi ke pusat Amnesty Internasional. Video tersebut bisa diidentifikasi berdasarkan lokasi dan waktunya.
"Video-video ini didapatkan ada yang kita tahu orangnya yang buat tapi juga banyak yang kirim ke alamat email Amnesty tapi semuanya kita cek ke tim pusat, metadatanya bisa dicek itu dia diambil di lokasi dan waktu itu bisa diidentifikasi," sebut Papang.
Terkait temuan ini, Amnesty akan mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi. Surat terbuka juka akan dikirim ke beberapa kepala kementerian dan lembaga.
"Kami hari ini dan kawan-kawan juga bisa datang itu mengrimkan surat terbuka ditujukan kepada Presiden karena nanti rekomendasinya cukup besar menyangkut utang-utang Indonesia karena konsekuensinya meratifikasi Konvensi Anti Kekerasan dan komponen hak sipil politik itu kita targetnya ya presiden gitu. Ada alamatnya ke Parlemen, Ketua Kompolnas, Menko Polhukam, ke Polri, ke Kepala Komandan Brimob, itu kita buat," kata Papang.
Amnesty juga mendorong investigasi terkait pelanggaran HAM ini. Namun, investigasi ini diminta Amnesty dilakukan oleh eksternal kepolisian.
"Nah ini rekomendasi selain kita tadi meminta adanya investigasi yang efektif itu harus independen dan eksternal dari institusi yang diduga melakukan penyiksaan. Kita juga minta agar penyiksaan dimasukkan sebagian bagian dari hukum pidana kita, ada dalam KUHP tapi sayangnya berlaku 30 tahun lalu sampai sekarang belum disahkan," imbuhnya.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan polisi telah melakukan beragam pelanggaran serius terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Kampung Bali dan wilayah sekitarnya di Jakarta pada 21-23 Mei 2019. Amnesty mendorong adanya akuntabilitas di kepolisian terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh personelnya.
Amnesty Internasional telah mewawancara sejumlah saksi, korban, dan keluarga keluarga dalam investigasi yang dilakukan selama satu bulan. Kesimpulan tersebut juga diperkuat oleh bukti video yang diterima dan telah diverifikasi oleh tim fakta Amnesty International atau Digital Verification Corps di Berlin, Jerman.
"Pengungkapan ini merupakan upaya kami sebagai bagian dari masyarakat sipil untuk memenuhi hak publik untuk tahu atau right to know terhadap apa yang terjadi pada 21-23 Mei. Kami harapkan bahwa temuan ini bisa mendorong adanya akuntabilitas di kepolisian terhadap segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam kurun waktu tersebut," kata Usman dalam keterangan tertulisnya.
Polri Bentuk Tim Selidiki Dugaan Pelanggaran Personel
Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebelumnya mengatakan tim investigasi Polri yang dipimpin oleh Irwasum Komjen Moechgiyarto masih menyelidiki peristiwa meninggalnya massa saat kerusuhan 21-22 Mei. Polisi juga menelusuri pihak yang mengorganisir massa untuk datang dari luar Jakarta.
"Ini sedang berjalan tim pencari fakta namanya saya sebut dengan tim investigasi internal Polri, dipimpin langsung oleh Irwasum, Irwasum itu orang ketiga ya memang menangani bidangnya adalah bidang untuk pemeriksaan internal tapi paralel dengan Komnas HAM," kata Tito di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (5/6).
Tito menekankan pihaknya tidak mau dianggap menutupi fakta. Tim Investigasi ini juga diawasi oleh Kompolnas dan Ombudsman.
"Kenapa? kita tidak ingin nanti dianggap eksklusif internal nutup-nutupin itu ya. Jadi Komnas HAM kita paralel yang juga memiliki tim investigasi. Kita juga diawasi oleh Kompolnas, nanti juga kita koordinasi dengan mungkin dengan yang terkait seperti Ombudsman, nanti hasil investigasi ini sudah pada proses mempelajari kronologi peristiwa," ujarnya.
Kata Tito, Polri sudah bisa membedakan antara aksi damai 21 Mei yang diisi dengan buka puasa hingga tarawih dan massa yang sengaja untuk rusuh serta menyerang polisi. Kedua kelompok massa itu berbeda..
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meminta masyarakat mempercayakan Polri untuk mengusut kasus tersebut. Yasonna menyampaikan itu menganggapi munculnya desakan agar pemerintah membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) mengenai kerusuhan 21-22 Mei.
"Percayakanlah itu pada Polri. Mereka itu berbuat profesional kok. Ada bukti, dijelaskan ke publik, ada konferensi pers, data-datanya lengkap. Jadi saya kira serahkan ke Polri," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (13/6). dtc