Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Gunungsitoli. Stunting, lebih populer dengan istilah kerdil. Penyebabnya adalah masalah kurang gizi kronis. Akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
"Bukan karena dia pendek. Tapi bila intelektual kurang gerak motorik dan pertumbuhan melambat itu namanya stunting. Pendek dia tapi kalau pintar namanya bukan stunting. Kayak pak Habibie lah, orangnya pendek tapi pintar. Jadi bukan itu," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli, Wilser Napitupulu, kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (5/7/2019)..
Kasus stunting, pada 2013 Kota Gunungsitoli telah ditetapkan sebagai salah satu kabupaten/kota lokasi khusus prioritas penanggulangan stunting. Namun seiring intervensi yang dilakukan Pemko Gunungsitoli, kasus stunting terus mengalami penurunan.
Menurut Wilser, data 2013 balita stunting mencapai 2.343 (52,32 persen). Namun berkurang menjadi 7,90 persen Oktober 2018. Bahkan berdasarkan pendataan Mei 2019 balita stunting tinggal sebanyak 521(5,34 persen).
"Memang kalau masalah stunting tidak pernah hilang. Tetapi angka sebesar 5,34 persen jauh lebih kecil dibanding standar yang ditetapkan WHO minimal 20 persen," tutur Wilser.
Dijelaskannya, stunting terjadi sejak dari janin dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia 2 tahun.
Hal ini disebabkan akses ke makanan bergizi kurang. Balita belum mendapatkan ASI eksklusif di usia 0-6 bulan, kurangnya akses air bersih dan sanitasi serta terbatasnya layanan kesehatan yang berkualitas.
"Dampaknya mudah sakit, kemampuan intelek kurang, fungsi tubuh tidak seimbang, postur tubuh tidak maksimal saat dewasa," paparnya.
Untuk penanggulangan bahaya stunting pihaknya melakukan intervensi gizi spesifik. Seperti pemberian makanan tambahan pada ibu hamil. Intervensi ibu menyusui dengan memberi ASI eksklusif bagi anak usia 0-6 bulan.
Selain itu, upaya pendistribusian TTD bagi remaja putri, dan sosialisasi kepada wanita usia subur dan calon pengantin.
Ia mengatakan, tidak hanya instansi kesehatan saja yang berperan melakukan penanggulangan kasus stunting. Tetapi melibatkan lintas sektor.
"Bagaimana akses air bersih dan sistem drainase oleh PUPR, mengenai pangan urusan ketahanan pangan, sosial urusan Dinas Sosial dan BPMDK, dan lain sebagainya," ujarnya.
"Diharapkan dengan usulan kita agar pemanfaatan dana desa diperuntukan sebagian untuk kebutuhan mengurangi gizi buruk dan peningkatan kualitas layanan kesehatan masyarakat dapat diterima," tambah Wilser.