Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Puncak musim kemarau di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara akan terjadi pada Agustus 2019. Sedangkan dampaknya kemarau dirasakan pada September.
Saat ini, ada 16 waduk utama yang tersebar di beberapa wilayah. Volume ketersediaan air yang terpantau di 16 waduk utama sebanyak 3.858,25 juta meter kubik dari tampungan efektif sebesar 5.931,62 juta meter kubik. Sedangkan area yang bisa dilayani dari ke-16 waduk tersebut seluas 403.413 hektare dari total 573.367 hektare.
"Dengan kondisi ini kalau bulannya itu pada Agustus besok maka di pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara ada provinsi jumlahnya 8. Titik terendah curah hujan Agustus namun sebaran terdampak September," kata Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Hari Suprayogi dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2019).
Sebanyak 16 waduk utama tersebut kondisinya ada yang normal dan ada juga yang di bawah rencana. Meski demikian, ini tidak menjadi persoalan yang berarti.
"Dari 16, 10 di bawah rencana," tambahnya.
Ke-16 waduk ini merupakan bagian dari 231 waduk yang ada di Indonesia. Sedangkan untuk volume 215 waduk lainnya per 30 Juni tercatat sebanyak 1.573,48 juta meter kubik. Dengan volume tersebut, area yang bisa dilayani seluas 403.413 hektare dari total 573.367 hektare.
Pada Juli-September diperkirakan 10 Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) terdampak kemarau. Untuk itu, dilakukan sejumlah cara untuk menangani potensi tersebut dengan pengadaan musim bor, pembangunan jaringan air tanah hingga pengadaan pompa.
"Kita bantu dengan pompa kemudian ini adalah apa yang kami siapkan kekeringan Agustus, September, Oktober," tuturnya.
Terkait dampak kemarau ke lahan pertanian, Hari mengatakan dilakukan dengan meminimalkan kebocoran air di saluran irigasi. Selain itu, penggunaan air dilakukan bergilir kepada petani yang bercocok tanam.
"Misalnya 100 hektar karena airnya nggak cukup hanya cukup untuk 50 hektar dia merapatkan kepada anggotanya karena airnya hanya cukup untuk 50 hektar. Kalau yang tanam 100 hektar otomatis kurang. Digilir dan digiring, salah satu cara untuk efisiensi," ujarnya.(dtf)