Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Sudah lebih dari tiga dekade Nano Sukarno terjun di bisnis televisi (tv) tabung. Bukan dari jasa reparasi, Nano juga masuk ke lini jual-beli tv tabung sejak tahun 1985.
Berbagai pasang-surut telah ia rasakan selama menjalani bisnisnya sejak tahun 1985 di kawasan Stasiun Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Mulai dari masa keemasan tv tabung pada krisis moneter atau krismon, hingga kini menjamurnya beraga tv pintar alias smart tv.
Nano mengaku meski omzetnya mengalami penurunan dari waktu ke waktu, namun ia masih bisa bertahan hingga sekarang. Walau hanya satu, namun pelanggan masih datang setiap hari untuk memakai jasanya. Pundi-pundi rupiah pun masih terus mengalir ke dirinya.
"Ya mungkin Rp 4 juta sebulan rata-rata masih masuk ya. Lumayan lah alhamdulillah," kata Nano kepada detikFinance beberapa waktu lalu di kiosnya, Kebayoran, Jakarta Selatan.
Dulu, saat masa-masa jaya bisnis tv jadul pada krismon 1997-1998, Nano bahkan mengaku bisa mendapatkan omzet lebih tinggi dari sekarang ini. Bisa mencapai Rp 6 juta per bulan. Omzet yang cukup besar pada masa itu.
"Kalau dulu waktu krisis moneter dulu, itu lumayan bagus, Harga second lumayan bagus. Dari situ kita stok barang saja sampai kekurangan ya. Karena banyak peminat kan permintaan tinggi. Jadi saat itu lebih banyak jual daripada service," jelasnya.
Saat itu, kata Nano, dia bisa menjual tv tabung bekas ukuran 14 inchi dengan harga sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 600 ribu. Untuk ukuran 21 inchi lebih besar lagi, bisa mencapai Rp 1 juta lebih.
"Kalau sekarang 14 inchi, bisa Rp 250 ribu-Rp 300 ribu kita jual. Itu sudah kondisi siap pakai. Kita jaminan sebulan. Kalau yang 21 di atas Rp 500 ribu, tergantung kondisi," katanya.
Dengan penghasilan yang cukup tinggi di masanya itu, Nano mengaku bisa membangun kontrakan di rumahnya yang berada di kawasan Legok, Tangerang. Kontrakan itu kini sangat berguna untuk menambah pemasukan keluarganya terutama saat bisnis tv tabung sedang sepi.
"Jadi pemasukan sekarang sebenarnya bukan dari tv saja, tapi dari kontrakan juga ada. Jadi insyaallah (kebutuhan) aman untuk keluarga," kata Nano.
Selain Nano, pelaku bisnis elektronik jadul lainnya bernama Suhandi juga mengungkapkan hal yang sama. Suhandi yang merupakan tukang reparasi radio jadul mengatakan dari waktu ke waktu pemasukannya terus mengalami penurunan.
Saat ini, kata Suhandi, mendapatkan omzet Rp 2 juta per bulan saja sudah sulit dilakukan. Padahal, Suhandi tak hanya membuka reparasi radio, tapi juga barang elektronik lainnya seperti kipas angin.
"Sekarang itu sebulan rata-rata paling cuma dapat Rp 1 juta, Rp 1,5 juta, paling mentok Rp 2 juta, itu juga sudah sekali. Sudah nggak banyak yang pakai radio," jelasnya.
"Sekarang dapat segitu juga alhamdulillah, disyukuri saja. Yang penting bisa buat makan keluarga," kata Suhandi.dtc