Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pidato Presiden RI terpilih periode 2019-2024, Joko Widodo, bertajuk ",Visi Indonesia" yang disampaikan hari Minggu lalu (14/7/2019) terus mendapat kritik. Dari "oposisi", pengamat dan pegiat hukum serta demokrasi. Di antaranya dari Direktur Eksekutif Lembaga Suluh Muda Indonesia, Kristian Redison Simarmata.
Menjelaskan kepada medanbisnisdaily.com, Rabu (17/7/2019), Kristian menyatakan Visi Indonesia Jokowi terfokus pada lima program prioritas; infrastruktur, pembangunan sumber daya manusia, investasi, reformasi birokrasi dan
penggunaan APBN. Visi itu cukup memberikan gambaran tentang target program yang dikejar oleh Jokowi pada periode lima tahun mendatang.
Jokowi menekankan betapa pentingnya Pancasila, Persatuan dan Kesatuan Indonesia, serta Bhinneka Tunggal Ika sebagai prasyarat utama dalam mencapai Visi Indonesia tersebut.
"Sayangnya Visi Indonesia minus perlindungan HAM dan penegakan hukum sebagai bagian yang sangat penting agar dijadikan kerangka atau paradigma utama dalam mewujudkan visi tersebut," ujar Kristian
Dari lima program prioritasnya Jokowi menegaskan pentingnya lembaga dan aparat birokrasi memegang teguh prinsip transparansi, akuntabilitas, integritas, serta partisipatif. Hingga dia akan mengejar dan menghajar siapapun pihak-pihak yang berniat menghambat laju investasi. Derasnya investasi atau modal yang masuk akan membuka banyak lapangan kerja. Investasi merupakan kunci pembuka lapangan kerja seluas luasnya.
Sangat disayangkan Visi Indonesia Jokowi sama sekali tidak menyinggung soal penegakan hukum dan HAM. Padahal antara investasi, penegakan hukum serta plindungan HAM harus berjalan seiring. Agat tidak terjadi pengabaian hak-hak masyarakat atas nama investasi atau pembangunan, sebagaimana pernah terjadi di era Orde Baru.
Dijelaskan Kristian, di era Orba pembangunan berlangsung dengan mengesampingkan persoalan HAM dan hukum. Demi mendatangkan modal asing atas nama pembangunan dan stabilitas keamanan. Kemudian menimbulkan banyaknya peristiwa perampasan lahan masyarakat, pembalakan liar, penggundulan hutan, upah murah, hingga pembungkaman hak politik dan sosial masyarakat.
Sikap yang tidak mengedepankan penegakan hukum dan perlindungan HAM berpotensi besar menimbulkan pelanggaran. Karena investasi dan pembangunan infrastruktur memungkinkan jadi pemicu peningkatan konflik lahan. Sebagaimana catatan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) tentang konflik pertanahan pada 2018, tercatat 807,17 ribu Ha lahan di Indonesia tersangkut konflik. Konflik didominasi perebutan lahan di sektor perkebunan sebanyak 65,66 ribu Ha, kehutanan 54,06 ribu Ha, pertambangan 49,69 ribu Ha dan sebagainya. Beberapa kasus mencuat ke permukaan karena terjadi okupasi dan kriminalisasi warga yang mempertahankan tanahnya.
Salah satu praktek terburuk penyebab munculnya konflik agararia adalah izin-izin Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan hingga Hak Tanaman Industri yang maladministrasi dan manipulatif oleh aparat pemerintah. Menutup mata terhadap hak adat atau ulayat demi masuknya investasi.
"Rendahnya perlindungan dan penghormatan terhadap HAM dalam praktek investasi dan bisnis yang berjalan di Indonesia, seharusnya juga menjadi salah satu fokus yang harus diperhatikan Jokowi. Berdasarkan prinsip-prinsip panduan untuk bisnis dan HAM (UNGP), negara berkewajiban melindungi pihak-pihak dari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak ketiga, termasuk perusahaan," terang Kristian.
Negara harus melakukan penghormatan dan perlindungan HAM dalam praktek bisnis. Penegakan HAM di perusahaan menjadi suatu keharusan di sejumlah negara. Hingga saat ini perusahaan menempati posisi kedua sebagai institusi yang paling banyak diadukan kepada Komnas HAM sebagai pelaku pelanggaran HAM, setelah Polri.
"Kita mendukung penuh program yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi terkait Visi Indonesia. Tetapi jangan sampai terjadi kealpaan terhadap penguatan dalam perlindungan dan penghormatan Hak Asasi Manusia, sebagai titik tekan paradigma dalam pembangunan dan pemerataan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia," jelas Kristian.