Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Labuhanbatu. Saling klaim kepentingan di aset tanah milik PT Kereta Api Indonesia, warga lingkungan SMU plus di Jalan Karya, Kelurahan Padang Matinggi, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatra Utara, potensi memicu konflik sosial.
Puluhan kepala keluarga warga di sana mengeluhkan penutupan akses jalan alternatif yang berada di belakang tembok gudang PT Musimas. Padahal, jalan pintasan itu sudah tahunan diakses warga. Kekesalan warga diperparah karena penutupan itu dilakukan sebuah keluarga yang membangun rumah kos-kosan.
"Ya, karena ada warga membangun rumah kos-kosan. Jalan alternatif di sebelah rumahnya ditutup. Dengan cara membangun kamar mandi untuk rumah kos-kosan," ungkap seorang warga, Andre Fiska, Kamis (18/7/2019).
Persoalan ini, kata dia, sudah disampaikan para warga ke pihak kantor kelurahan setempat. Warga beramai-ramai mengeluhkan kondisi tersebut. Sebab, jika jalan alternatif itu ditutup, maka jarak tempuh warga semakin jauh.
Kepala Kelurahan Padang Matinggi, Karta Dinata, ketika dihubungi membenarkan adanya persoalan itu. Menurut dia, warga mengeluhkan dampak penutupan jalan itu mengakibatkan akses jalan warga mesti memutar dari komplek gudang PT Musimas.
"Konon misalkan ada yang meninggal. Membawa jenazah semakin jauh arahnya ke pemakaman," kata Lurah.
Ditambahkannya, sebahagian kawasan di sana diketahui memang sebagai kawasan aset PT KAI. "Ya, di sana tanah milik kereta api," bebernya.
Sedangkan Serma J Syaputra pemilik rumah kos-kosan di sana, membenarkan jika memanfaatkan tanah yang selama ini sebagai jalan alternatif warga. Tapi, menurutnya pihaknya membangun di atas tanah milik keluarga besarnya. "Tanah ini sejak dulu milik keluarga mertua. Belakangan kami bangun kos-kosan dan membangun kamar mandi," ungkapnya ketika ditemui di lokasi.
Sebenarnya, menurut dia, penutupan akses jalan itu diawali pihak manajemen PT KAI yang menutup jalan perlintasan kereta api di sana. Kata dia, jalan itu tidak resmi, maka ditutup pihak PT KAI.
Dia mengakui, sebahagian tanah yang diusahai pihaknya merupakan aset pribadi. Sebagian lainnya merupakan aset tanah dan bangunan milik PT KAI yang mereka pakai dengan sistem sewa. "Ada tanah yang memang kami sewa dari PT KAI. Pertahun nilai sewanya Rp500 ribu pertahun," bebernya.
Sementara itu, pihak manajemen PT KAI melalui Kepala UPT Stasiun Rantauprapat Herman membenarkan penutupan akses jalan di kawasan yang dikeluhkan warga. Menurutnya, itu kawasan sebidang liar. Jalan yang tak resmi perlintasan kereta api.
Menurutnya, pihak PT KAI sedang melakukan penertiban kawasan sebidang liar yang ada di sepanjang lintasan rel kereta api. "Memang ditertibkan karena sebidang liar," jelasnya di ruang kerjanya.
Sedangkan mengenai proses sewa aset PT KAI, dia kurang mengetahui hal itu. Sebab, menurut dia, hal itu diluar tupoksinya dan menjadi kewenangan pihak PT KAI Divre I Sumut. "Itu kewenangan pihak Divre," tandasnya.