Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut kekerasan seksual yang dialami anak di sekolah umumnya dilakukan oleh guru dan kepala sekolah. Pelaku didominasi oleh guru agama dan guru olahraga.
"Pelaku kekerasan seksual di lembaga pendidikan formal, masih didominasi oleh guru dan kepala sekolah," ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, dalam Diskusi Publik 'PR Pendidikan di Hari Anak' di Bakoel Koffie, Jl Cikini Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/7/2019).
"Pelaku adalah wali kelas, guru agama, guru olahraga, seni budaya, guru IPS, guru komputer, serta kepala sekolah. Angka tertinggi justru ada pada guru olahraga dan guru agama," kata dia.
Retno mengatakan sepanjang Januari-Juni 2019 terdapat 9 kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Kasus tersebut terjadi di tingkat SD dan SMP.
"Berdasarkan jenjang di SD ada 9 kasus. SMP ada 4 kasus, sementara korban anak perempuan ada 9 kasus, korban anak laki-laki ada 4. Artinya anak laki-laki dan anak perempuan sama menjadi kekerasan seksual," kata Retno.
Retno mengaku prihatin atas peristiwa kekerasan tersebut. Menurutnya guru seharusnya menjadi orang tua di sekolah bukan justru menjadi pelalu kekerasan seksual.
"Ini kan ironis, harusnya guru dan kepala sekolah adalah pelindung anak di sekolah. Dan Undang-undang Perlindungan Anak pada Pasal 54 memerintahkan untuk melindungi anak-anak dari bentuk kekerasan apapun. Tapi justru guru dan kepala sekolah ini yang melakukan tindak kekerasan," lanjutnya.
Retno menerangkan, berbagai macam modus yang dilakukan guru mengajak korban anak untuk melakukan hubungan seksual. Pelaku mengajak anak menonton film berkonten pornografi di kelas.
Selain itu pelaku juga memberikan uang kepada korban. Sang guru juga mengancam memberikan nilai kepada anak apabila menolak ajakan untuk melakukan hubungan seksual.
"Pelaku mengancam korban memberikan nilai jelek jika menolak atau melaporkan perbuatan pelaku kepada siapapun. Pelaku memacari anak korban kemudian di bujuk rayu untuk melakukan persetubuhan," kata dia.
Lebih lanjut, Retno mengatakan pelaku juga berdalih bahwa kekerasan seksual dilakukan karena suka sama suka. Namun menurut Retno, melakukan hubungan seksual dengan anak di bawah umur merupakan tindakan kekerasan.
"Mereka berdalih suka sama suka. Berhubungan badan dengan anak tidak istilah suka sama suka. Berhubungan badan dengan anak usia 0-18 tahun itu adalah kejahatan. Jadi masuk tindak pidana, jadi tidak ada suka sama suka," lanjutnya.(dtc)