Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Harga biji coklat (kakao) di tingkat petani Sumatra Utara (Sumut) anjlok ke Rp 20.000/kg dari sebelumnya Rp 25.000/kg. Penurunan yang mencapai Rp 5.000/kg ini cukup dikeluhkan oleh petani, apalagi itu terjadi di tengah panen (produksi) yang kurang baik.
"Panen memang sedang sedikit. Karena banyak juga tanamannya yang terkena hama. Itu pun sudah bikin petani mengeluh, ditambah lagi dengan harga yang turun," kata Suparmin, petani kakao di Langkat, ketika dihubungi medanbisnisdaily.com, Kamis (25/7/2019).
Suparmin mengatakan, memang beberapa bulan belakangan banyak petani kakao mencoba mengubah tanaman kakaonya dari tadinya konvensional menjadi semi organik. Hal ini dilakukan untuk mengurangi serangan hama pentil kering yang membuat buah kakao petani busuk.
Dijelaskan Suparmin, tanaman yang dialihkan ke semi organik adalah yang sudah di-replanting (diremajakan). Karena masih dalam proses peralihan, maka kini petani hanya bisa memanen sekitar 4 biji/minggu dibandingkan dulu saat konvensional bisa 6-7 biji/minggu.
"Tentu diharapkan harganya bisa lebih baik. Karena sepanjang tahun ini, harganya memang rendah," katanya.
Bahkan karena harga rendah, banyak juga yang beralih ke sawit. Tapi karena harga sawit juga murah, banyak yang mau beralih ke kelapa. Apalagi kelapa bisa digabungkan dengan kakao dan bisa berfungsi sebagai pohon pelindung.
Kepala Dinas Perkebunan Sumut, Herawati, mengatakan, lahan kakao yang beralih ke sawit memang disebabkan harga yang rendah. Selain itu, tanaman kakao sangat rentan terserang hama dan butuh perawatan maksimal.
"Jadi petani lebih memilih mengalihkan tanamannya karena sawit lebih mudah diurus. Karena jika terus bertanam kakao dan rugi, tentu akan membuat petani sulit. Apalagi harganya pun kurang baik," katanya.