Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pada pertemuan dengan DPRD Sumatera Utara dan Dinas Lingkungan Hidup Sumut, Selasa (30/7/2019), Komisi B DPRD Kabupaten Toba Samosir mempertanyakan kenapa susah sekali pemerintah menutup atau mencabut izin perusahaan-perusahaan yang diduga telah merusak atau mencemari Danau Toba.
Kendati sudah bukan rahasia lagi operasional perusahaan-perusahaan tersebut membuat air Danau Toba tercemar, tetap saja mereka aman menjalankan usahanya. Misalnya, perusahaan budidaya ikan air tawar (PT Aquafarm Nusantara yang kini berganti nama menjadi Regal Springs Indonesia), perusahaan peternakan babi (PT Allegrindo) dan lainnya.
Anggota Komisi B DPRD Tobasa, Liston Hutajulu, mengungkapkan keheranannya itu. Seperti Aquafarm yang ketahuan membuang bangkai ikannya di dalam air Danau Toba, tidak cukup hanya dijatuhi sanksi administrasi. Pemerintah bisa langsung mencabut usahanya atau ditutup.
"Kenapa harus ada tahapan-tahapan tertentu yang dilakukan agar Aquafarm ditutup padahal pelanggaran yang dilakukan sudah jelas," ujar Liston yang berasal dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia dalam pertemuan yang dihadiri sejumlah A DPRD Sumut; Sutrisno Pangaribuan, Richard Sidabutar, Delmeria Sikumbang, Eben Ezer Sitorus, Lidiani Lase dan Brilian Mokhtar, itu.
Liston yang datang ke DPRD Sumut bersama dua anggota lainnya; Parasian Silaen (Ketua) dan Wilson Pangaribuan, juga menyinggung tuntutan serupa yang disampaikan mahasiswa melalui aksi demonstrasi beberapa hari lalu, yakni meminta agar seluruh perusahaan perusak Danau Toba ditutup. Hal itu agar keinginan membuat Danau Toba menjadi destinasi wisata kelas dunia terwujud.
Senada dengan DPRD Tobasa, anggota DPRD Sumut, Richard Sidabutar, menegaskan tidak mungkin Danau Toba bisa menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi wisatawan mancanegara jika masih mengalami pencemaran dan kondisi airnya tidak bersih. Padahal saat ini pemerintah menjadikan danau tersebut sebagai super prioritas dalam pengelolaannya.
Terhadap pernyataan para anggota DPRD itu, Kepala Dinas Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Dinas LH Sumut, Mariduk Sitorus, menyebutkan sejumlah tahapan harus dilalui sebelum perusahaan yang beroperasi di kawasan di Danau Toba bisa ditutup. Melalui Pergub 188/2017, Pemprov Sumut berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan menetapkan daya dukung air Danau Toba terhadap budidaya ikan hanya 10.000 ton/tahun. Jumlah itu ditargetkan dicapai pada 2022.
Selain itu, secara berkala satu kali dalam enam bulan, kata Mariduk, Dinas LH melaksanakan pemantauan atau pemeriksaan secara langsung pada air Danau Toba. Dengan mencermati air di 12 titik pantau.
Terkait perusahaan lainnya, Allegrindo, Dinas LH sudah turun langsung dan melihat tidak ada air limbahnya yang dibuang ke Danau Toba. Limbah sudah dikelola di IPAL dimana air yang tersisa dijadikan air minum dan air mandi babi yang dipelihara.
"Kami tidak bisa memantau Allegrindo setiap saat, tetapi begitu situasi pengelolaan limbahnya yang kami lihat," ujar Mariduk.
Ketua Komisi B DPRD Tobasa, Parasian Silaen, menyatakan pemerintah agar lebih serius menjaga kelestarian Danau Toba. Membersihkannya dari pencemaran akibat sampah yang dibuang ke Danau Toba, enceng gondok yang berkembang biak di sepanjang Danau Toba dan menutup seluruh perusahaan yang mencemari.