Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Kawasan Danau Toba itu seperti Bali. Adat istiadat, etnik dan bahasanya homogen, walau ada sub etnik Batak Toba, Silindung Humbang, Karo, Simalungun, Dairi. Agak jauh sedikit, ada Angkola-Sipirok dan Mandailing-Natal.
Danau Toba malah lebih molek dari Bali. Masalahnya, kebudayaan di kawasan Danau Toba tak sekental praktek budaya Bali. Budaya dan religi Bali itu identik dengan Bali. Di Tanah Batak masih bersisian dengan suasana keagamaan dan keindonesiaan.
Bargaining budaya Bali luar biasa. Di “Hari Nyepi” semua kegiatan, termasuk pemerintahan sepi. Wajah masyarakat budaya Bali kasat mata, menjadi way of life, bahkan life style. Orang di Amerika bahkan lebih kenal Bali ketimbang Indonesia. “Apa Indonesia itu dekat Bali?” kata sebuah guyonan.
Saya membayangkan jika kawasan Danau Toba seperti Bali, maka industri pariwisata akan segegap-gempita Bali. Arus turis tak henti, devisa mengalir dan beragam multiplier efek bagi masyarakat. Bagaimana mewujudkannya?
Masyarakat budaya di kawasan Danau Toba harus sekuat di Bali. Peradaban yang unik dan eksotik itu adalah “jualan” yang setara dengan migas. Bahkan bisa mengungguli proyek Sei Mangkei. Nilai industri kreatif kebudayaan tiada tara. Mengapa lukisan Picasso dibeli orang ratusan miliar rupiah? Tiket konser penyanyi asing juga “selangit?”
Selain membangkitkan kantong-kantong kebudayaan yang menyebar, tiba masanya mendirikan Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi Budaya Danau Toba. Ada sastra, bahasa, senirupa, musik, tari, teater hingga jurusan yang memproduksi alat kebudayaan, seperti gondang, bahkan juga berupa souvenir, miniature benda seni Batak yang bisa menjadi bisnis luar biasa.
Saya mungkin posesif. Saya mengusulkan agar sekolah menengah dan perguruan tinggi Danau Toba itu disubsidi. Biaya siswa dan mahasiswanya gratis, sehingga studinya intensif dan lulusannya ready for use. Selain tenaga pengajar formal, kalangan maestro seni Batak bisa menjadi pengajar.
Jika intensif dilakukan dengan dukungan pemerintah, dunia usaha dan perantau Batak yang sukses, saya kira tempo lima tahun akan ada guyonan baru. “Indonesia itu di mana? Dekat Danau Toba, ya?” Ikhtiar pomosi yang gencar akan meraih peluang emas itu.
Inilah yang membuat kawasan Danau Toba punya keunggulan komparatif. Di balik sesuatu yang genuine, khas dan unik, pastilah dolar akan mengalir. Inilah renainance kebudayaan Danau Toba yang berefek sosial ekonomi!
Sukses Danau Toba bukan cuma dengan membangun infrastruktur fisik seperti yang gencar dilakukan pemerintahan Jokowi. Tapi membangun manusia dan kebudayaannya.