Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan ujaran kebencian bukanlah kebebasan berpendapat. Menurut Komnas HAM, berpendapat dibangun dengan nalar dan akal sehat.
"Ujaran kebencian adalah ujaran kebencian, bukan kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat adalah satu upaya yang dibangun dengan cara yang nalar, jadi kita mesti mengatakan bahwa ujaran kebencian bukan kebebasan berpendapat," ujar Komisioner Komnas HAM Amiruddin saat diskusi 'Demokrasi dan HAM' di kantornya, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (9/8/2019).
Amir mengatakan ujaran kebencian adalah menyerang personal atau agama suatu kelompok. Itu mengakibatkan ujaran kebencian dapat mengancam demokrasi dan HAM.
"Contoh, kalau orang menyerang soal personal, background etnik orang, agama orang, ya itu soal kebencian. Batasannya apa dalam konteks hak sipil politik, apakah dia mengarah violence atau tidak? Makanya dalam konteks demokrasi dan HAM itu apakah seseorang toleran dan/atau menganjurkan kebencian atau kekerasan. Kalau itu yang dia lakukan, dia mengancam demokrasi dan HAM," kata Amir.
Amir mengatakan setiap orang yang berpendapat harus mampu bertanggung jawab. Selain itu, kebebasan berpendapat seseorang dibatasi kebebasan berpendapat orang lain.
"Karena kebebasan berpendapat itu harus bertanggung jawab terhadap pendapatnya, nah itulah HAM. Kebebasan berpendapat itu dibatasi oleh kebebasan berpendapat orang lain, hakmu dibatasi oleh orang lain," ucapnya.
Lebih lanjut Amir mengatakan ujaran kebencian tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di dunia. Menurutnya, salah satu penyebab ujaran kebencian adalah pesatnya perkembangan teknologi informasi.
"Selain itu, juga ujaran kebencian ini yang semakin, ini bukan hanya gejala di Indonesia, juga gejala di dunia, berkat berkembangnya satu teknologi komunikasi yang ada di tangan Anda semua. Ini yang jadi tantangan di berbagai belahan dunia sekarang, bagaimana kita dalam situasi yang berubah cepat ini, demokrasi juga mesti menyesuaikan normanya dengan perkembangan itu," lanjutnya.
Oleh sebab itu, menurut Amir, tantangan bangsa ke depan adalah seluruh elemen negara harus mampu mengimbangi teknologi tersebut. Jadi masyarakat dan teknologi bisa berjalan dengan baik.
"Tantangan kita ke depan, bagaimana seluruh perangkat demokrasi kita ini menyesuaikan atau mengimbangi perkembangan perubahan moda komunikasi ini. Supaya seluruh perangkat ini tidak ketinggalan dari modanya," pungkasnya.
dtc