Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Manufaktur merupakan salah satu sektor pendorong perekonomian nasional. Bank Indonesia (BI) menyebutkan untuk membantu menggerakkan sektor manufaktur, bank sentral saat ini telah melakukan relaksasi kebijakan moneter.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menjelaskan kelonggaran yang diberikan oleh BI misalnya dengan menambah likuiditas melalui Giro Wajib Minimum (GWM).
"Dari sisi bunga juga sudah diturunkan, dan BI memberikan kebijakan moneter," kata Dody di Gedung BI, Jakarta, Senin (12/8/2019).
Dia menyampaikan, dari sisi kebijakan akomodatif BI masih memiliki makroprudensial untuk mendorong sektor-sektor prioritas. Ke depan, BI mengharapkan sektor manufaktur dapat menyumbangkan ekspor dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada kuartal II ekonomi Indonesia masih berada di kisaran 5,05%.
Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian Doddy Rahadi, menjelaskan saat ini sektor manufaktur memiliki kontribusi 19,52% terhadap pertumbuhan ekonom RI.
Menurut Doddy untuk meningkatkan sektor manufaktur dibutuhkan strategi yang mampu menghadapi gejolak ekonomi global seperti perang dagang.
"Kami telah mengambil langkah strategis misalnya dengan memaksimalkan industri 4.0. Hal ini untuk menjawab tantangan yang ada di industri dan kami menargetkan pertumbuhan industri menjadi US$ 50 miliar pada 2025," imbuh dia.
Fokus pemerintah saat ini untuk menggerakkan sektor manufaktur adalah makanan dan minuman, pakaian, tekstil, otomotif, barang elektronik dan kimia. "Sektor tersebut dipilih karena mereka memiliki size dan efek investasi yang besar ke industri lain," jelas dia.
Staf ahli bidang hubungan ekonomi dan kemaritiman Kemenko Perekonomian Raden Edi Prio Pambudi menjelaskan masih banyak yang harus dibenahi dari industri manufaktur Indonesia.
Misalnya saat ini industri lebih banyak memenuhi kebutuhan domestik dan belum berorientasi ekspor. Hal ini menyebabkan sulit membangun pasar yang besar.
Selain itu, tenaga kerja juga masih menjadi salah satu penyebab lambatnya pergerakan industri.
"Kalau kita dorong tenaga kerja ke industri butuh perluasan keterampilan. Tidak mudah memang dan butuh proses panjang. Karena itu sekarang fokusnya vokasi agar bisa lebih cepat spesialisasinya," jelas dia.
Masalah berikutnya adalah mahalnya biaya logistik. Dia mencontohkan, saat ini keseluruhan industri bergantung pada pulau Jawa. Seperti tol laut yang sulit melakukan perjalanan ke timur, karena ketika kembali muatan akan kosong.
"Karena orientasi kita secara industri hanya di Jawa. Ini harus diselesaikan, tapi juga butuh waktu," imbuh dia.(dtf)