Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Presiden Joko Widodo sudah buka suara tentang kabinetnya. "Menteri ada yang usianya 25, di bawah 30, dan di bawah 35 tahun," ujar Jokowi dalam pertemuan dengan Forum Pimpinan Redaksi, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (14/8).
Jokowi juga memastikan bakal memberikan porsi menteri perempuan seperti jumlah yang ada saat ini. Tetap 8 orang.
Jaksa Agung tidak akan berasal dari kalangan partai politik. Padahal sebelumnya Jaksa Agung dijabat oleh M Prasetyo, kader Partai NasDem.
Jumlah menterinya pun tetap 34 orang. Namun akan ada kementerian baru, misalnya Kementerian Investasi. Ada pula kementerian yang dilebur menjadi satu.
Bahkan, nama-nama menteri sudah final dan siap diumumkan. "Kabinet bisa diumumkan kapan saja, tidak perlu menunggu Oktober," imbuh dia.
Jokowi berkata bahwa kabinetnya tidak mengakomodasi kubu 02 (Prabowo Subianto-Sandiaga Uno). “Jumlah 62% di parlemen sudah cukup. Waktu saya di Gubernur Jakarta cuma 18% di DPRD,” katanya.
Bahkan, saat memenangi Pilpres 2014, hanya mengantongi 38% koalisi di parlemen. "Kalau Gerindra bergabung, Demokrat dan yang lain-lain mau bergabung. Masak jadi 100%,” ujarnya.
Komposisi kabinet akan diisi oleh kalangan profesional 55% dan sisanya 45% dari parpol. Tapi, apa gerangan pengertian dari profesional tersebut?
Syahdan, seorang profesional adalah yang mempunyai keahlian khusus. Misalnya, seorang dokter jantung atau insinyur pertanian. Dia pun meraih gaji, upah atau honor atas keahliannya. Jadi, profesionalisme memiliki dua kriteria pokok, yaitu keahlian dan pendapatan (bayaran).
Sebetulnya, jika hanya sekadar menemukan yang profesional untuk menjadi menteri tidaklah sulit. Di negeri ini sangat banyak mereka yang berkeahlian tertentu. Doktor pertanian jumlahnya berjibun, tetapi apakah mereka layak menjadi Menteri Pertanian? Di situlah soalnya.
Saya khawatir jika hanya sekadar ahli saja, akan gagal menjadi menteri. Eh, ternyata dia hanya seorang kutu buku, tetapi tidak mempunyai leadership dalam memimpin kementerian.
Dia pun gagap dalam berinteraksi dengan masyarakat. Komunikasi politiknya dengan DPR sangat buruk. Dia pun tak berintegritas secara meyakinkan, sementara anggaran di kementeriannya triliunan rupiah.
Saya membayangkan seorang menteri adalah yang mempunyai jiwa kepemimpinan, dan berintegritas serta beri semangat pengabdian kepada rakyat. Sekedar ahli saja tidak cukup. Tapi juga harus mampu mengimplementasikan keahliannya.
Begitulah, kira-kira. Tak peduli apakah dia berusia 25 tahun, atau di bawah 35 tahun. Atau di atas 50 tahun. Tak jadi soal apakah dia perempuan atau lelaki. Atau dari parpol atau nonparpol. Itu hanya profil, bukan kapablitas, kompetensi dan integritas. Setuju kan, pak Jokowi?