Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Lomba panjat pinang saban perayaan hari kemerdekaan 17 Agustus kembali menjadi tontonan. Orang-orang merosot setiap kali memanjat pohon yang yang sudah dilumuri minyak pelumas. Sepintas ada kerja sama tim untuk menaklukkan batang pinang yang licin tersebut.
Tapi, aduhai, caranya tidak manusiawi. Kerap sekali satu dua orang menginjak temannya yang di bawah agar bisa memanjat dan meraih hadiah yang tersedia di puncak batang pinang. Menginjak, lalu merosot dan menginjak lagi, berkali-kali, hingga tujuan tercapai.
Eh, ternyata tradisi ini berasal dari kaum kolonial Belanda. Syahdan, awalnya dilakukan sebagai hiburan bagi orang Belanda di Batavia sekitar 1920-an. Orang-orang Belanda tertawa-tawa menyaksikan orang pribumi memperebutkan hadiah-hadiah.
Tak heran jika ada sejarawan yang menilai, permainan ini bentuk pelecehan kaum penjajah terhadap pribumi. Orang-orang pribumi yang bersusah payah jatuh bangun memanjat tiang licin ini menjadi hiburan bagi orang Belanda.
Lloyd Bradley dalam bukunya berjudul The Rough Guide to Cult Sport menulis, "Menonton rakyat jelata saling menginjak memperebutkan hadiah yang tak mampu mereka dapatkan menjadi hiburan bagi kolonial Belanda saat itu.”
Saya kira lebih layak dilakukan lomba lari dalam goni. Atau berbagai perlombaan yang sifatnya manusiawi tapi tetap mengasah mental juara, seperti lomba mendaki gunung.
Tanpa lomba panjat pinang pun kemeriahan peringatan Hut Kemerdekaan tidak akan hilang. Masih ada lomba tarik tambang. Jika perlu di tengah-tengah rentangan tambang disediakan berbagai hadiah menarik pula.
Bisa juga lomba memasak nasi goreng baik kaum bapak. Sebaliknya bagi kaum Ibu dilakukan lomba pidato mirip pidato Bung Karno.
Bagi kaum remaja elok juga dilakukan lomba paduan suara lagu “Padamu Negeri.” Atau lomba baca sajak “Karawang-Bekasi” karya penyair Chairil Anwar yang menggidikkan bulu tengkuk itu. Hitung-hitung membangkitkan kembali cinta Republik Indonesia.
Ah, masih banyak berbagai lomba yang romantis, bersemangat dan menyenangkan. Merdeka, merdeka!