Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih tercatat 5,05% pada kuartal II 2019. Pertumbuhan ini memang tak pernah jauh dari angka 5%.
Mantan menteri keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Chatib Basri, menjelaskan untuk mendorong perekonomian maka pemerintah tak harus hanya fokus pada current account deficit (CAD) atau defisit transaksi berjalan. Menurut dia, yang terpenting bukan neraca transaksi berjalannya, yang harus dipikirkan adalah pembiayaan atau investasi untuk perekonomian.
"Misalnya dibiayai oleh foreign direct investment (FDI) itu capital (modal) mereka nggak bisa pulang. Misalnya asing masuk ke sini bangun infrastruktur jalan, aspalnya kan nggak bisa pulang kalau ada shock di AS," kata Chatib di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Chatib mengatakan saat ini memang modal asing yang masuk lebih banyak ke sektor keuangan dan portofolio. Jika terjadi gejolak, maka modal tersebut bisa dengan mudah kembali ke negara masing-masing.
"Setiap kali ada shock orang bisa pindahin uangnya, ya currency-nya kena, setiap currency kena orang nyalahin CAD, padahal isunya bukan di situ," ujar dia.
Chatib menambahkan jika pemerintah tak terlalu memikirkan transaksi berjalan, tapi fokus pada investasi maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih baik.
"Tanpa investment kita tidak akan bisa tumbuh lebih, karena itu kita terjebak di pertumbuhan 5%, karena setiap mau tumbuh tinggi, CAD nya melebar. Sekarang untuk tumbuh butuh investasi, nah untuk investasi itu perlu impor barang modal dan kalau impor barang modal maka CAD nya naik," jelas dia.
Dia menyebut ada beberapa negara yang defisit neraca transaksi berjalannya hingga 10%, namun memiliki investasi yang baik sehingga mampu mendorong perekonomian.
Sebelumnya Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) kuartal II 2019 sebesar US$ 8,4 miliar atau 3,04% dari produk domestik bruto (PDB).
Defisit ini melebar dari kuartal sebelumnya US$ 7 miliar atau 2,6% dari PDB maupun kuartal yang sama tahun lalu US$ 8 miliar atau 3% dari PDB. dtc